
Impor batu bara termal dan kokas di negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan pada Februari lebih rendah dari periode yang sama di tahun sebelumnya.
Data Refinitiv menunjukkan impor batu bara Korea Selatan untuk jenis batu bara termal maupun kokas pada Februari 2020 hanya sebesar 6,9 juta ton lebih rendah dari bulan Januari (11,4 juta ton) dan Februari tahun lalu (9,4 juta ton).
Kinerja impor tersebut menjadi yang terendah sejak tahun 2015. Korea Selatan saat ini memang tengah mengalami musibah akibat merebaknya virus corona.
Selain COVID-19, pelemahan permintaan batu bara impor dari Korea Selatan juga dipicu oleh penutupan berbagai pembangkit listrik yang menggunakan sumber energi dari batu bara.
Sejak Desember hingga Februari total sudah ada 15 pembangkit yang ditutup untuk mengurangi polusi saat musim dingin.
Kabar buruknya lagi bagi eksportir batu bara, Korea Selatan dikabarkan akan menutup sebagian pembangkit listrik bertenaga batu bara di bulan ini. Kementerian Energi Korsel berencana untuk menutup total hingga 28 pembangkit dimulai dari 1 Maret kemarin.
Korea Selatan merupakan negara perekonomian terbesar keempat di Asia memiliki kurang lebih 60 pembangkit listrik bertenaga batu bara yang menyuplai 40% kebutuhan listrik negaranya. Sementara 30% disumbang oleh tenaga nuklir dan 20% disumbang oleh gas.
Sentimen negatif juga datang dari Jepang. Suhu udara yang lebih hangat pada musim dingin saat ini, aktivitas ekonomi yang melemah hingga murahnya harga Liquified Natural Gas (LNG) di pasar spot menjadi alasan melemahnya impor batu bara Jepang.
Data Refinitiv menunjukkan impor batu bara Jepang pada Februari sebesar 13,3 juta ton lebih rendah dibanding impor bulan Januari 2020 (16 juta ton) dan Februari tahun lalu (13,8 juta ton). Jepang sendiri merupakan importir batu bara terbesar ketiga di kawasan Asia.
India sebagai importir batu bara terbesar kedua setelah China juga mengalami penurunan impor. Berdasarkan data Refinitiv impor batu bara termal dan kokas India bulan Februari sebesar 16,4 juta ton lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar 18,2 juta ton.
India memang sedang mengalami perlambatan pada pertumbuhan ekonominya, sehingga permintaan terhadap listrik pun juga ikut melambat.
Selain itu, beberapa pembangkit listrik di pantai yang mengandalkan batu bara impor pun sedang mengalami kesulitan dalam menjual listrik dengan harga lebih mahal untuk untuk mengoperasikan generator.
Pelemahan impor pada ketiga negara importir batu bara tersebut menjadi sentimen negatif untuk harga batu bara. Pasalnya Asia sendiri merupakan konsumen batu bara terbesar di dunia.
Tahun 2019 memang diwarnai dengan pelemahan harga batu bara, terutama untuk batu bara yang memiliki nilai kalori tinggi (> 5.800 Kcal/Kg). Harga batu bara spot Newcastle anjlok lebih dari 30% tahun lalu. Sementara harga batu bara dengan nilai kalori yang rendah ( 4.200 Kcal/Kg) cenderung stabil.
Pelemahan harga batu bara dengan nilai kalori tinggi disebabkan oleh pelemahan permintaan dari Jepang, Korea Selatan dan Uni Eropa pada semester pertama tahun lalu. Pelemahan harga batu bara berkalori tinggi diprediksi masih akan terjadi di tahun ini.
Merebaknya virus corona di negara-negara konsumen terbesar batu bara seperti Korea Selatan dan Jepang menjadi faktor lain yang memberatkan harga batu bara.
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)
https://ift.tt/331ikPt
March 08, 2020 at 10:16AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Korea Diacak-acak Corona, Harga Batu Bara Kembali Berdarah"
Post a Comment