Pada pukul 09:25 WIB, SAR 1 setara dengan Rp 3.748, melemah 2,04% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak 14 November 2018.
Wabah virus corona atau COVID-19 yang sudah dinyatakan sebagai pandemi membuat sentimen pelaku pasar semakin memburuk dan memicu aksi jual yang "menggila" di bursa saham global.
Berdasarkan data dari Johns Hopkins CSSE, hingga pagi ini, pandemi COVID-19 sudah terjadi di lebih dari 100 negara, dengan korban terjangkit lebih dari 128.000 orang, dengan korban meninggal sebanyak 4.720 orang.
Kamis kemarin, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street ambles nyaris 10% pada perdagangan. Bursa saham Eropa bahkan lebih buruk lagi, indeks FTSE 100 Inggris jeblok nyaris 11%, DAX 30 Jerman lebih dari 12%, dan FTSE MIB Italia yang paling parah, lebih dari 16%.
Aksi jual akhirnya berlanjut di perdagangan sesi Asia hari ini, indeks Nikkei Jepang merosot nyaris 10%, Kospi Korea Selatan dan Hang Seng Hong Kong lebih dari 7%, dan Shanghai Composite China lebih dari 3%.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang baru dibuka pada pukul 9:00 WIB lalu langsung jeblok 5% dan sekali lagi mengalami trading halt (pemberhentian perdagangan selama 30 menit). Kamis kemarin, perdagangan IHSG dihentikan lebih awal setelah anjlok 5,01% pada pukul 15:33 WIB.
Sesuai dengan kebijakan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perdagangan bursa saham akan dihentikan selama 30 menit (trading halt) jika IHSG anjlok 5% atau lebih, sebagai langkah antisipasi dalam mengurangi fluktuasi tajam di pasar modal.
Selain dari pasar saham, aksi jual juga terjadi di pasar obligasi Indonesia. Yield obligasi tenor 10 tahun hingga siang ini naik 26,9 basis poin (bps) menjadi 7,248%. Yield tersebut menjadi yang tertinggi sejak 19 Desember 2019.
Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun. Saat harga sedang turun, itu artinya sedang terjadi aksi jual di pasar obligasi.
Aksi jual di bursa saham dan pasar obligasi tersebut mengindikasi aliran modal keluar yang besar dari Indonesia, sehingga rupiah terus tertekan. Pada bulan Januari lalu, rupiah sempat menguat lebih dari 2% secara year-to-date (YTD) melawan riyal, dan berada di level terkuat dalam 2 tahun terakhir. Tetapi Kini rupiah malah melemah 6,5% YTD dan berada di level terlemah 16 bulan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
https://ift.tt/2w2qn2q
March 13, 2020 at 10:19AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Aksi Jual "Menggila", Kurs Riyal Menuju Rp 4.000/SAR"
Post a Comment