Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks volatilitas Chicago Board Options Exchange (CBOE) VIX, pada Perdagangan Jumat (20/3/2020) mulai membaik dan perlahan mulai turun, tetapi kecemasan masih ada. VIX turun 8,28% menjadi 66,04 karena sejumlah paket stimulus yang dikeluarkan sejumlah negara dan bank sentral untuk meredam gejolak pasar di tengah badai virus corona (COVID-19) yang deras.
Penurunannya terjadi bersamaan dengan fluktuasi S&P 500 dalam kurun tujuh hari perdagangan terakhir berturut-turut di mana indeks naik atau turun 4%, yang terpanjang dalam catatan. VIX ini merupakan ukuran ekspektasi pasar terhadap volatilitas jangka pendek (30 hari) dari harga opsi indeks saham S&P 500.
Sebagai gambaran, opsi adalah kontrak antara dua belah pihak yang berisi hak bagi si pembeli opsi untuk membeli atau menjual aset yang mendasari kontrak tersebut (underlying asset) pada waktu dan harga yang disepakati bersama di awal.
Sementara itu, sebagai pengukur volatilitas, VIX umumnya menggambarkan nilai indikatif 30. Jika pembacaan VIX di atas 30, menyiratkan volatilitas yang tinggi dan rasa takut yang terdapat di antara para investor. Di sisi lain, nilai di bawah 30 menunjukkan keyakinan diri para investor, atau lebih tepatnya, volatilitas yang lebih rendah di pasar.
Pada periode waktu yang sangat fluktuatif, investor biasanya bersikap lebih hati-hati terhadap perkembangan pasar, demikian pula sebaliknya. Hal ini membuat korelasi antara VIX dan S&P 500. Ketika nilai S&P 500 turun, para investor menafsirkan hal ini sebagai ketakutan yang terjadi di pasar, dan meningkatkan nilai VIX.
Namun, VIX tetap menjadi acuan volatilitas, dan tidak selalu menunjukkan arah pergerakan pasar di masa depan. Secara historis, VIX mencapai rekor tertinggi dengan nilai 80,86 pada tanggal 20 November 2008, yang terjadi selama periode krisis keuangan global.
Pada tanggal 16 Maret 2020 kembali mencatat rekor sepanjang masa di 82,69 di tengah menjalarnya virus COVID-19 ke seluruh belahan dunia yang membuat investor resah dan gelisah bahwa ekonomi global dapat masuk ke jurang resesi.
Sementara rekor terendah sepanjang masa adalah 8,56 yang tercatat pada tanggal 24 November 2017, yang merupakan hari Black Friday dan mungkin sedikit banyak mempengaruhi nilai VIX karena antusiasme belanja konsumen. Black Friday adalah hari setelah Thanksgiving dan secara luas dianggap sebagai awal musim belanja liburan.
VIX sendiri memberikan ukuran risiko pasar dan sentimen investor. Sementara volatilitas pasar saham memberikan gangguan pasar yang lebih luas membuat investor melikuidasi aset di seluruh bursa untuk uang tunai, bahkan aset safe haven tradisional ikut jatuh dan membuat dolar melonjak.
VIX di Atas 30
Berdasarkan nilai VIX yang masih menunjukkan di atas 30 menyiratkan volatilitas yang tinggi dan rasa takut yang terdapat di antara para investor. Hal ini tergambar dengan penurunan yang terjadi pada saham kontrak berjangka (futures) Wall Street, pada perdagangan pagi ini Senin (23/3/2020) pukul 08:25 WIB Dow Jones industrial Average (DJIA) melemah 5% pada 18.086, S&P 500 turun 4,75% pada 2.179,75, sedangkan Nasdaq 100 ambruk 4,35% menjadi 6.666.
Penurunan Wall Street senada dengan anjloknya bursa saham Asia yang sebagian besar berada di zona merah. Saham-saham di Asia Pasifik mengalami penurunan signifikan dalam perdagangan Senin pagi karena kekhawatiran dampak ekonomi dari wabah global virus corona terus membebani sentimen investor.
Saham Korea Selatan adalah salah satu yang paling merugi di antara pasar regional utama, dengan Kospi jatuh 6,05% di 1.471,32 pada saat penulisan 08:32 WIB. Di Australia, S & P / ASX 200 turun 7,74% ke 4.443,8 di perdagangan pagi karena sebagian besar sektor jatuh. Saham FTSE Straits Times Singapore (STI) turun 6,86% menjadi 2.245, indeks Hang Seng melemah 4,36% pada 21.820, Shanghai Composite Index (SSEC) ambles 2,3% pada 2.682.
Lalu bagaimana dengan bursa saham Tanah Air yang pada pagi ini IHSG juga merasakan dampak dari volatilitas yang cukup tinggi. IHSG dibuka langsung anjlok 2,97%. setelah ditutup menguat 2,18% di hari terakhir perdagangan Jumat (20/3/2020) pekan lalu.
Pada pukul 09.02 WIB, koreksi IHSG semakin parah menjadi 3,43% ke level 4.051,16. Walau ditutup menguat di akhir pekan, IHSG masih mencatatkan koreksi sebesar 14,52% secara mingguan (week on week/wow). Derita IHSG nyatanya belum berakhir. Pertambahan jumlah kasus COVID-19 yang signifikan membuat investor enggan masuk bursa saham tanah air.
Penurunan dalam bursa saham Global seiring dengan meningkatnya jumlah kasus virus corona, pencatatan terakhir (32/3/2020) pukul 07:45 WIB dari situs John Hopkins University, ada 335.972 kasus dengan tingkat kematian sebanyak 14.632 jiwa dan yang dinyatakan sembuh 97.881 orang dari 173 negara terdampak virus corona (COVID-19).
Meningkatnya jumlah kasus berdampak pada kekhawatiran yang juga semakin menjadi-jadi, dengan kemungkinan terburuk ekonomi memasuki jurang resesi.
Sementara Bank Indonesia (BI) memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 ada di angka 4,2-4,6% dari prediksi semula 5,0-5,4% sebagai dampak dari virus Corona.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(har/har)
https://ift.tt/2QzIqUE
March 23, 2020 at 11:10AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Kecemasan Masih Tinggi, Investor Khawatir Dunia Bakal Resesi"
Post a Comment