Kelompok itu sendiri dibentuk dengan tujuan untuk melakukan pemantauan dan pendalaman secara rutin terkait wabah corona dan memberikan informasi kepada masyarakat tentang perkembangan terkini.
"Berkaitan dengan wabah COVID-19, Republik Islam Iran telah memberikan data dan informasi secara transparan dan terbuka kepada berbagai badan internasional. Iran juga telah mengundang pejabat dan tim ahli Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mengunjungi Iran dan melihat fasilitas medis Iran serta memberikan saran dan pengalaman dari berbagai negara kepada Iran untuk menanggulangi COVID-19," tulis Kedutaan dalam rilis yang diterima CNBC Indonesia, Senin (23/3/2020).
"Hingga kini terpadat tiga kali kunjungan delegasi WHO ke Republik Islam Iran."
Lebih lanjut, kedutaan mengatakan bahwa dalam pertemuan tersebut sistem kesehatan dan kedokteran Iran dinyatakan cukup handal dalam menangani COVID-19, sebagaimana yang disampaikan Ketua Delegasi WHO, Richard Brennan.
"Kemajuan signifikan telah dibuat di sektor pengobatan dan diagnosis virus corona di Iran serta dalam pemberian informasi kepada masyarakat," katanya dalam rilis tersebut.
Namun demikian, kedutaan mengatakan bahwa semua kemajuan yang dicapai Iran tidaklah maksimal lantaran ada tekanan dari sanksi yang diterapkan Amerika Serikat (AS).
"Terorisme ekonomi AS telah menghambat usaha Iran dalam membuat Iran pada posisi yang membutuhkan bantuan internasional. Maka negara-negara dunia diharapkan untuk menyesuaikan berbagai tindakan mereka di bidang perdagangan, kunjungan masyarakat dan protokol internasional kesehatan dengan himbauan WHO. Republik Islam Iran siap untuk bekerjasama dan menukar pengalaman dengan berbagai negara sahat dan non-blok," tulisnya.
"Sanksi dan tekanan maksimal AS kepada Iran telah membuat pendapatan kami dari sektor industri minyak yang diembargo oleh AS menurun dan menyebabkan biaya penanggulangan COVID-19 makin tinggi. Faktor lain yang menyulitkan Iran adalah langkah AS yang menakut-nakuti beragam negara dan perusahaan di dunia untuk tidak menjual obat-obatan dan fasilitas medis kepada kami. Hal ini terjadi pada saat AS mengklaim bahwa obat-obatan dan fasilitas medis bukan termasuk daftar sanksi unilateral mereka," jelasnya.
Kedutaan juga mengatakan bahwa sikap AS tidaklah tepat untuk dilakukan karena pandemi COVID-19 yang dihadapi Iran saat ini adalah sebuah persoalan internasional. Untuk itu, Iran meminta AS mencabut sanksi yang diberlakukannya pada Iran.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif juga disebut telah mengirim surat pada kepada Sekretaris Jenderal PBB pada 12 Maret lalu. Dalam surat itu Zarif menekankan tentang perlunya mencabut sanksi sepihak AS terhadap Iran.
"Meskipun Iran memiliki kemampuan ilmiah untuk memerangi COVID-19, tapi sanksi dan prasyarat AS untuk mencegah penjualan obat-obatan dan peralatan medis menyebabkan upaya memerangi virus Corona di Iran menghadapi kendala yang sangat serius." tegas kedutaan.
AS telah kembali menerapkan sanksi ekonomi pada Iran setelah Presiden Donald Trump menarik negaranya keluar dari kesepakatan nuklir (JCPOA) pada 8 Mei 2018 lalu. Sanksi ekonomi yang diterapkan telah membuat ekonomi Iran mengalami tekanan.
"Kini COVID-19 sekali lagi membuktikan bahwa sanksi sepihak dan ilegal AS yang diterapkan dalam kerangka tekanan maksimal kepada kami, adalah ancaman bagi kesehatan internasional. Rakyat dan pemerintah Republik Islam Iran terus bekerja keras untuk memerangi COVID-19, tetapi sanksi AS menghambat upaya mereka."
Per Selasa (24/3/2020) dari Worldometers, sudah ada 23.049 kasus corona di Iran. Di mana ada 1.812 kematian dan 8.376 pasien sembuh.
(sef/sef)
https://ift.tt/33HOf7U
March 24, 2020 at 09:35AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Curhatan Iran, Mengapa Tak Maksimal Bendung COVID-19?"
Post a Comment