Chatib mengatakan, respons kebijakan untuk menjalankan perekonomian yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) dan pemerinah, sudah sangat baik. Tapi itu belum cukup.
"Ini tidak mudah. Namun, masalahnya situasi berubah begitu cepat. Ini tak cukup, Kita harus melihat stimulus dalam hal relevansi terhadap situasi, urutan, prioritas, dan waktu," kata Chatib, seperti ulasan yang diunggah olehnya di akun twitter @ChatibBasri, Kamis (19/3/2020).
Di tengah adanya himbauan adanya social distancing oleh pemerintah, sudah jelas menurut Chatib akan berdampak pada kegiatan ekonomi.
"Bisa dibayangkan, orang akan menghindari tempat perbelanjaan, aktivitas produksi yang menuntut kontak langsung juga akan terganggu," jelas Chatib.
Implikasinya, permintaan maupun produksi akan mengalami gangguan akibat menurunnya permintaan (demand shock) dan terganggunya pasokan (supply shock). Disrupsinya, kata Chatib bisa saja mengecil asal ada pergantian aktivitas melalui elektronik (online). Sementara, masyarakat Indonesia juga tidak sedikit berasal dari sektor informal.
"Karena sebagian besar dari mereka adalah sektor informal, maka relaksasi pajak penghasilan tak akan berdampak banyak. Atau kalaupun orang memiliki uang dari stimulus, jika ia tak bisa membelanjakannya, karena pembatasan sosial, maka ia tak akan efektif mendorong permintaan," kata Chatib melanjutkan.
Pembatasan sosial, dalam jangka pendek, juga akan berpengaruh kepada produksi. Jika produksi terganggu, maka stimulus fiskal seperti relaksasi pajak impor, percepatan restitusi dan sebagainya tak cukup.
Misalnya saja, lanjut Chatib, dalam paket stimulus pertama, pemerintah memberikan potongan harga untuk penerbangan, hotel, dan sebagainya. Tujuannya agar aktivitas pariwisata bisa berhalan.
"Ini jelas tak efektf saat ini, karena justru orang akan menghindari berpergian. Paket stimulusini mungkin akan efektif setelah wabah diatasi dulu, dan pembatasan sosial berakhir," kata Chatib dalam sebuah kolom opini di surat harian nasional, yang kemudian ia unggah ke dalam akun twitternya @ChatibBasri pada Kamis, (19/3/2020).
Menurut Chatib, dalam kondisi seperti sekarang ini, maka dalam jangka pendek, lebih baik pemerintah untuk fokus memberikan stimulus fiskal terhadap 6 hal yang utama.
1. Fokus Kepada Kesehatan
Hal pertama yang harus menjadi fokus pemerintah adalah soal kesehatan, Chatib menyarankan agar fiskal didahulukan untuk penanggulangan wabah dan upaya menurunkan penularan covid-19.
Pasalnya, penduduk Indonesia amat besar jumlahnya. Sementara penularan covid-19 bisa begitu cepat. Indonesia harus membuat skenario apa yang bisa terjadi jika wabah ini terjadi dalam skala yang luas, seperti yang terjadi di negara lain.
"Pemerintah harus memastikan bahwa kita memiliki cukup rumah sakit atau tempat untuk merawat pasien korona. Kita juga membutuhkan test kit yang cukup, tenaga medis, baik perawat maupun dokter yang banyak, begitu juga dengan obat-obatan dan prosedur penanganan," jelas Chatib.
"Saat ini biaya perawatan pasien korona ditanggung pemerintah. Ini laangkah yang tepat. Namun bila terjadi dalam skala besar, dibutuhkan anggaran yang lebih besar," kata Chatib melanjutkan.
2. Prioritaskan Pada Perkotaan
Chatib menilai, pemerintah juga tidak bisa membiayai semua penduduknyaa. Maka dari itu, harus ada priorita, yang lebih baik untuk fokus pada perkotaan.
"Penduduk kota mungkin lebih rentan tertular virus covid-19, karena kepadatan yang tinggi. Selain itu, intensitas interaksi sosial juga lebih tinggi. Kita juga tahu, industri juga berada di perkotaan," jelas Chatib.
Pasalnya, bila stimulus di perkotaan tak cukup besar, maka mereka yang kehilangan pekerjaan, akan pulang ke desa. Lalu ada risiko penduduk kota menularkn virus ke perdesaan lebih jauh.
Kendati demikian, Chatib juga menekankan, bahwa fasilitas kesehatan di desa lebih terbatas dibanding di kota. Mereka juga bisa terdampak. Karena itu, pemerintah perlu memikirkan masak-masak dan membuat perhitungan yang baik mengenai hal ini.
3. Jangan Lupakan Kelompok Kelas Menengah Bawah
Salah satu dampak dari wabah covi-19 ini, kata Chatib adalah masyarakat akan kehilangan pekerjaan. Untuk memitigasi itu, pemerintah perlu untuk memastikan kelompok menengah bawah memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
"Dalam kondisi ketika pembatasan sosial dijalankan, program BLT mungkin akan lebih efektif dibanding PKH. Perluas cakupan rumah tangga sasaran, berika bukan hanya untuk yang miskin, tapi juga hampir miskin ataau menengah bawah," ujarnya.
4. Stock Pangan Terkendali
Yang tak kalah penting, kata Chatib, memastikaan bahwa stok maknanan terkendali. Kenaikan harga akibat tidak tersedianya stok pangan akan menimbulkan kepanikan dan keresahan sosial. Di sini peran pemerintah menjadi sangat penting. Hal yang sama juga untuk stok obat-obatan.
5. Relaksasi Perbankan untuk Pengusaha
Adanya wabah ini, sudah pasti dunia usaha akan terpukul. Ada risiko bahwa perusahaan kesulitan membayar kewajibannya. Oleh karena itu, menurut Chatib penting sekali dilakukan langkahh untuk relaksasi restrukturisasi kredit.
6. Relokasi Belanja Pemerintah
Penurunan harga minyak, penurunan harga komoditas, perlambatan ekonomi, akan memukul penerimaan pemerintah. Oleh sebab itu, kata dia, dalam situasi seperti sekarang ini, pemerintah harus melakukan relokasi belanjaa.
"Dari aktivitas yang memiliki urgensi rendah ke belanja kesehatan untuk menanggulangi wabah covid-19 dan perlindungan sosial. Tinjau kembali prioritas. Naikkan defisit anggaran," ujarnya.
(hps/hps)
https://ift.tt/2xaOo7A
March 20, 2020 at 09:15AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Ekonomi RI Tertekan Covid-19, Ini Usulan Chatib Basri"
Post a Comment