Dibuka menguat 0,42%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memperlebar penguatannya menjadi 1,06% ke level 6.532,97 per akhir sesi 2. Lantas, IHSG ditutup di atas level psikologis 6.500 untuk pertama kalinya sejak 12 Maret 2018.
Kinerja IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 1,06%, indeks Shanghai naik 0,35%, Hang Seng naik 1,08%, dan indeks Straits Times naik 0,5%.
Sementara itu, rupiah menguat 1,1% di pasar spot ke level Rp 13.970/dolar AS.
Hasil pertemuan The Federal Reserve selaku Bank Sentral AS menjadi bensin utama bagi penguatan IHSG dan nilai tukar rupiah. Mempertahankan suku bunga acuan di level 2,25-2,5%, The Fed lagi-lagi mengeluarkan pernyataan bernada kalem alias dovish. The Fed bakal lebih bersabar dalam mengeksekusi kenaikan suku bunga acuan.
"Dalam situasi ekonomi global dan pasar keuangan saat ini, serta tekanan inflasi yang minim, Komite akan bersabar dalam menentukan kenaikan suku bunga acuan berikutnya," tulis pernyataan The Fed.
Tak hanya lebih kalem dalam masalah normalisasi suku bunga acuan, The Fed juga secara tegas menyatakan bahwa pihaknya siap untuk mengubah skema perampingan neracanya. Sebagai informasi, pasca-krisis keuangan global tahun 2008 silam, The Fed rajin membeli surat utang pemerintah dan mortgage-backed securities untuk menstimulasi perekonomian Negeri Paman Sam.
Pada puncaknya, neraca dari bank sentral sempat menyentuh angka US$ 4,5 triliun. Terhitung mulai Oktober 2017, The Fed mulai mengurangi besaran neracanya dengan tak lagi menginvestasikan porsi tertentu dari pendapatan yang diterima atas surat berharga tersebut.
"Komite siap untuk menyesuaikan setiap detil untuk menyelesaikan normalisasi neraca berdasarkan perkembangan ekonomi dan pasar keuangan," papar The Fed dalam pernyataan resminya.
Dengan berbagai risiko yang kini mengintai perekonomian AS dan dunia, memang normalisasi yang tak kelewat agresif menjadi opsi yang terbaik.
Selain itu, aksi beli di pasar keuangan regional juga dipicu oleh adanya optimisme yang mewarnai jalannya negosiasi dagang AS-China. Pada hari Rabu dan Kamis, AS dan China menggelar negosiasi dagang tingkat tinggi yang melibatkan tokoh-tokoh penting seperti Wakil Perdana Menteri China Liu He, Gubernur Bank Sentral China Yi Gang, dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer.
Ditengah negosiasi dagang yang krusial tersebut, China bergerak cepat guna meloloskan rancangan undang-undang (RUU) yang akan melarang transfer teknologi secara paksa dan intervensi pemerintah secara ilegal terhadap perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di Negeri Panda.
Xinhua News melaporkan bahwa pemungutan suara terhadap RUU tersebut akan dilakukan pada bulan Maret, seperti dikutip dari Reuters. RUU tersebut pada awalnya diperkenalkan pada 23 Desember 2018 dan biasanya memakan waktu satu tahun atau lebih untuk bisa diloloskan.
Pemungutan suara atas RUU tersebut dipercepat setelah National People's Congress (NPC) Standing Committee menggelar rapat khusus selama 2 hari pada pekan ini untuk melakukan tinjauan yang kedua terhadap RUU tersebut.
Sebagai informasi, transfer teknologi secara paksa memang menjadi salah satu permasalahan inti dalam perang dagang kedua negara, disamping juga pencurian hak kekayaan intelektual.
Dengan itikad baik yang ditunjukkan China, pelaku pasar menaruh harapan bahwa negosiasi dagang kali ini akan membuahkan hasil yang signifikan.
BERLANJUT KE HALAMAN DUA
(ank/ank)
http://bit.ly/2HKei6W
February 01, 2019 at 01:53PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Masuki Bulan Penuh Cinta, IHSG Justru Kurang Kasih Sayang"
Post a Comment