Hingga pukul 13:00 WIB, harga minyak jenis Brent kontrak April naik sebesar 0,12% ke posisi US$ 60,91/barel.
Sedangkan harga minyak jenis lightsweet (WTI) kontrak Maret stagnan di level US$ 53,79/barel, setelah ditutup melemah 0,81% pada perdagangan kemarin.
Secara mingguan, harga minyak tercatat menguat sekitar 0,8% secara point-to-point, sedangkan sejak awal tahun 2019 harga emas hitam ini sudah naik sekitar 15%.
Perkembangan damai dagang AS-China yang masih dinilai positif oleh pelaku pasar dapat memberi sokongan bagi harga minyak dunia.
Setelah pertemuan antara perwakilan dagang China dan AS di Washington kemarin, Presiden AS Donald Trump melontarkan komentar yang positif.
Trump mengatakan bahwa China ingin mencapai kesepakatan untuk menghindari kenaikan bea masuk dari AS dan dirinya optimis bahwa hal tersebut bisa dicapai.
Selain itu, Trump juga mengatakan bahwa kesepakatan dengan China baru akan dicapai saat dirinya bertemu langsung dengan Presiden China Xi Jinping dalam waktu dekat.
Bila damai dagang antar dua raksasa ekonomi dunia bisa benar-benar terealisasi, maka arus perdagangan dunia bisa kembali lancar. Hal tersebut dapat mendorong kegiatan ekonomi, yang juga akan meningkatkan permintaan energi yang salah satunya berasal dari minyak bumi.
Kabar baik lainnya, harga minyak kembali mendapat energi positif dari pemotongan produksi oleh Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC).
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Reuters, 14 anggota OPEC pada Januari hanya menghasilkan 30,98 juta barel/hari, yang mana turun 890.000 barel/hari dari bulan Desember lalu. Angka pengurangan produksi minyak OPEC ini merupakan yang terbesar sejak Januari 2017.
Padahal kuota pengurangan produksi OPEC hanya sebesar 800.000 barel/hari berdasarkan kesepakatan bersama Rusia pada awal Desember 2018.
Seorang pejabat OPEC mengatakan bahwa penurunan pasokan sejauh ini dapat diterima, namun masih berharap anggota yang lain akan memenuhi janji mereka, mengutip Reuters.
Lebih jauh lagi, nampaknya dampak dari pembatasan pasokan OPEC sudah mulai mempengaruhi pasar. Rilis data resmi pemerintah AS melalui Energy Information Administration menunjukkan bahwa volume impor minyak AS dari Arab Saudi pada minggu lalu terpangkas lebih dari setengahnya, menjadi hanya 442.000 barel/hari.
Hal ini membuat girang pelaku pasar, karena menunjukkan bukti bahwa pengetatan keran produksi minyak OPEC bisa membuat fundamental (pasokan-permintaan) minyak dunia lebih seimbang.
Selain itu sanksi AS atas industri minyak Venezuela nampaknya membuat pasokan minyak akan berkurang pada Februari ini.
Pasalnya hingga kini masih banyak kapal tanker yang masih terparkir di pelabuhan, menunggu perintah pengiriman.
Namun demikian harga minyak juga kembali mendapat tekanan baru selepas rilis angka Purchasing Manager's Indeks (PMI) manufaktur yang dirilis oleh Caixin hari ini.
Angka PMI manufaktur China versi Caixin pada periode Januari hanya sebesar 48,3 dan merupakan yang terendah sejak Februari 2016. Selain itu angka tersebut lebih rendah daripada hasil konsensus yang dihimpun Reuters yang sebesar 49,5.
Fakta tersebut mengindikasikan bahwa hingga Januari, aktivitas industri manufaktur China masih terus terkontraksi, bahkan semakin dalam. Dampaknya, lagi-lagi permintaan energi yang dikhawatirkan akan semakin terpangkas. Membuat pasar kembali kebanjiran pasokan.
TIM RISET CNBC INDONESIA (taa/gus)
http://bit.ly/2Wz2ckH
February 01, 2019 at 08:43PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Manufaktur China Terkontraksi, Harga Minyak Kembali Stagnan"
Post a Comment