Search

Irfan Setiaputra Dirut Baru Garuda yang Buta Soal Penerbangan

Jakarta, CNBC Indonesia - Irfan Setiaputra buka-bukaan soal awal mula penunjukan sebagai direktur utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Menurut dia, tawaran menjadi orang nomor satu di Garuda dilayangkan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, pada awal Januari lalu.

"Sama Pak Erick ngomong-ngomong waktu itu seperti saya sampaikan dengan beberapa temen-temen yang nanya memang diskusinya masih dini pada waktu itu dan ada banyak diskusi setelah itu juga dengan Pak Wamen (Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo) mengenai profitability di Garuda. Itu prosesnya begiitu," ujar Irfan saat dihubungi di Jakarta, Rabu (22/1/2020).

Setelah itu, lanjut dia, proses assesment pun diikuti. Irfan dinyatakan lulus lantaran dianggap memenuhi kriteria yang diperlukan Kementerian BUMN.


"Walau diskusi awal soal Garuda Indonesia ini saya juga sebenarnya dari awal nyatakan terima kasih atas kesempatannya. Sebuah kehormatan," ujarnya.

Irfan lantas menjanjikan tidak akan mengecewakan dalam menjalankan amanah sebagai Dirut Garuda Indonesia. Pengalamannya yang merentang dari industri telekomunikasi hingga perbankan menjadi bekal tersendiri.

"Walaupun saya kadang lihat track record saya mudah-mudahan tidak mengecewakan masuk industri baru dan kalau mau dibilang apakah saya punya pengalaman di industri penerbangan, saya harus akui tidak. Tapi dari umur 4 bulan saya sudah jadi stakeholder penerbangan, yaitu (menjadi) penumpang," kata Irfan.

Selanjutnya, Irfan Setiaputra punya sikap tersendiri mengenai hubungan dengan maskapai lain. Dia mengaku ogah membuka persaingan tidak sehat dengan para kompetitornya.

Garuda Indonesia sendiri belakangan baru saja terlibat pemutusan hubungan kerja sama manajemen (KSM) dengan Sriwijaya Air. Irfan sendiri enggan banyak berkomentar mengenai perkara tersebut.

"Saya minta maaf, khusus soal Sriwijaya saya tidak mendalami. Tapi dengan maskapai lain ini kita berkompetisil lah ya, tapi mustinya di banyak sisi kita bisa kerja sama," ungkapnya.

Kompetisi yang dimaksud pun harus merupakan kompetisi sehat. Artinya, persaingan tidak bisa dilakukan dengan cara saling menggembosi kekuatan para pesaingnya.

"Kalau semata-mata kompetisi, nanti akan saling makan satu sama lain. Sehingga yang dikawatirkan kompetisi beigitu ketat, jadinya komoditasisasi dari jasa ini," tandasnya.

Jika sudah begitu, dia khawatir akan ada dampak pada layanan dan aspek safety. Bisnis penerbangan, dia menegaskan, beda dengan menjual teh atau cashing handphone.

"Saya kan gak ajarkan orang berantem. Kapan naik Garuda itu boleh-boleh saja, sehat kan," urainya.

Jadi rasanya nggak perlu berantem, terutama dengan maskapai lokal itu menurut saya perlu berkompetisi dan berkolaborasi. Saya tidak terlalu setuju dengan adanya kartel," tegasnya lagi.

Di sisi lain, secara internal dia juga akan memetakan potensi pengembangan bisnis agar dapat penghasilan tambahan di luar tiket.

"Ke depan, pasarnya pesawat pertama tentu saja revenue dapat dari tiket, tapi kan anda kan juga tahu di balik tempat duduk ada bagasi, apakah memungkinkan, apakah hari ini kondisi kargo sudah optimum atau masih belum, jadi ada pendapatan kargo," imbuh Irfan.

Peluang lain seperti iklan dan dukungan terhadap pariwisata juga akan dimaksimalkan. Dia mengaku ingin menjadikan Garuda sebagai ujung tombak pariwisata Indonesia.

"Misalnya gini, dulu ada airline yang mendapatkan tambahan penghasilan dengan menuliskan badan pesawatnya ditulis promosi soal Piala Dunia. Saya ngga tahu apa secara regulasi itu diperbolehkan, tapi kita mesti terus memikirkan cara-cara baru untuk mendapatkan penghasilan lain," tandasnya.

[Gambas:Video CNBC]

Dia juga menanggapi isu harga tiket pesawat mahal. Dia mengakui, ada banyak tekanan dari stakeholder soal harga.

"Harga tinggi atau rendah itu mohon dipahami itu pasti manajemen siapapun punya justifikasi, ya kan," kata Irfan.

Ia tak memungkiri bahwa mahalnya harga pesawat akan menimbulkan korban, dalam hal ini memberatkan masyarakat. Tetapi di sisi lain, jika harga terlalu murah, Garuda yang akan jadi korban.

"Kalau perseroan minus dan berdarah-darah terus apakah perusahaan akan jalan? Saya enggak ngomong ini saya nggak dapat tantiem, tapi nanti bisa mengorbankan segala macam termasuk layanan," urainya.

Yang paling mengerikan, menurutnya adalah jika sampai harga tiket yang dipatok murah berdampak pada kompromi terhadap aspek keamanan dan keselamatan. Padahal, dia menegaskan bahwa yang harus diutamakan dalam industri penerbangan adalah safety.

"Mau ceritanya apapun, safety. Kita tahu Garuda adalah sebuah perusahaan penerbangan yang menekankan itu dan ketika saya dapat amanah ini, saya tetap bertahan sama itu," tuturnya.

Karenanya, dia cenderung menginginkan harga yang reasonable.

"Jadi kita musti ketemu satu titik harga itu harus reasonable. Reasonable ini, nggak semua orang bisa naik garuda, tapi buat kita perusahaan ini bisa untung, mengurangi cicilan, dan mengembangkan usaha," tandasnya.

Sebagai seorang bos di perseroan, dia mengaku malu kalau sampai keuangan Garuda kembang kempis. Apalagi jika harus disuntik modal terus menerus oleh negara.

Lagi pula, dia menilai saat ini mulai banyak penumpang yang tak mempedulikan harga. Segmentasi tersebut yang jadi sasaran Garuda Indonesia.

"Terutama yang dibayarin kantor. Ya saya akan bicara juga dengan corporate- corporate yang untung di ratusan juta dollar. Kok ngotot bener naik garuda murahan," tandasnya. (hps/hps)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/38uxbU2

January 23, 2020 at 03:44PM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Irfan Setiaputra Dirut Baru Garuda yang Buta Soal Penerbangan"

Post a Comment

Powered by Blogger.