Search

Kabar Gembira CPO RI, Inggris Tak Ikut Aturan Eropa

Jakarta, CNBC Indonesia - Sudah 4 hari berlalu Inggris mengambil langkah bersejarah untuk meninggalkan Uni Eropa melalui Brexit. Setelah keluar dari UE, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson akan mengatur rencana bagi negaranya terkait dengan perdagangan bebas.

Dia menginginkan perjanjian perdagangan bebas dengan Brussels, mitra dagang terbesar Inggris, tetapi menegaskan bahwa negerinya akan membebaskan diri dari aturan dan peraturan UE, dan ini adalah prioritas.

"Saya melihat tidak perlu untuk mengikatkan diri pada perjanjian dengan UE," kata Johnson dalam pidatonya di London, seperti dilansir dari AFP, Selasa (4/2/2020).

"Kami akan mengembalikan kendali penuh kedaulatan atas perbatasan dan imigrasi kami, kompetisi dan aturan subsidi, pengadaan dan perlindungan data."


Sementara itu, negosiator Uni Eropa Michel Barnier secara resmi menawarkan hubungan masa depan yang dalam, tapi dengan catatan hanya selama Inggris memberi jaminan adanya perdagangan secara adil.
"Kami siap menawarkan kesepakatan perdagangan yang sangat ambisius sebagai pilar utama kemitraan ini, termasuk tarif nol," katanya dalam konferensi pers.

Seperti diketahui, Inggris dan Uni Eropa telah berupaya selama 11 bulan menegosiasikan perjanjian untuk menghentikan hampir empat dekade integrasi ekonomi dan politik, sebelum transisi pasca-Brexit berakhir pada 31 Desember lalu.

Jika tidak bisa, hubungan perdagangan akan mengacu pada aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dengan tarif dan ketentuan yang bisa menghambat rantai pasokan UE-Inggris.

Namun dalam pidatonya di Old Royal Naval College di Greenwich, Johnson mengatakan Inggris meninggalkan UE untuk kemudian bisa "keluar" secara perdagangan internasional ke dunia. Dia juga berjanji Inggris tidak akan "merusak" standar Uni Eropa seperti perlindungan bagi pekerja, lingkungan atau konsumen.


Hal tersebut tentunya menjadi angin segar bagi Indonesia terkait minyak sawit mentah atau CPO (crude palm oil), yang juga ditegaskan oleh Duta Besar Inggris, Owen Jenkins.

"Di masa transisi, kerajaan masih menggunakan aturan UE. Namun tak menutup kemungkinan Inggris menerapkan aturan baru dalam berhubungan dengan mitra-mitranya, khususnya di bidang perdagangan."

Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir telah berselisih dengan UE tentang CPO. Negara-negara Eropa menganggap pertanian kelapa sawit di Indonesia merusak lingkungan, sehingga mereka menerapkan aturan untuk mengurangi penggunaan kelapa sawit. Dampaknya hal itu mengancam industri kelapa sawit Indonesia.

Sebelumnya, konflik antara Indonesia dan UE tentang CPO memuncak pada Maret 2019 lalu. Saat itu, UE membuat Renewable Energi Directive (RED) II yang mengategorikan minyak kelapa sawit ke dalam komoditas yang memiliki indirect land use change (ILUC) berisiko tinggi.

Akibat dari peraturan tersebut, biodiesel yang berbahan dasar minyak sawit tidak termasuk dalam target energi terbarukan UE.


Melihat itu, RI melalui Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa, Swiss resmi mengajukan gugatan terhadap UE di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 9 Desember 2019.

Gugatan tersebut diajukan terhadap kebijakan Renewable Energiy Directive II (RED II) dan Delegated Regulation UE karena dinilai mendiskriminalisasi produk kelapa sawit Indonesia.

Dalam kesempatan terpisah, salah satu produsen sawit, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) juga merespons positif terkait kemungkinan Inggris akan menerima CPO RI setelah resmi keluar dari Uni Eropa akhir Januari 2020.

Presiden Direktur Astra Agro Lestari, Santosa masih menantikan arah kebijakan Inggris terkait sawit Indonesia setelah diboikot Uni Eropa.

"Kita tunggu dulu secara
real-nya nanti seperti apa. Harapannya memang begitu karena dengan resminya Brexit [keluarnya Inggris dari UE] seharusnya tidak lagi terikat oleh kebijakan Uni Eropa," kata Santosa saat dihubungi CNBC Indonesia, Senin (3/2/2020).

Namun, Santosa menilai, selama masa transisi selama 11 bulan, Inggris masih akan mengacu pada kebijakan perdagangan Uni Eropa (UE).

Karena itu, kata dia, saat ini, kebijakan yang akan mengakselesasi permintaan sawit Indonesia adalah mandatori biodisel 30%. Kebijakan ini dinilai mampu menyerap 10 juta ton sawit dan untuk kebutuhan bahan makan sebesar 9-10 juta ton.

"Maka kebutuhan dalam negeri saja sudah hampir 20 juta ton sendiri, sementara, sudah bertahun-tahun impor seluruh UE juga tidak bergeming dari 7 juta ton per tahun," ungkapnya.

[Gambas:Video CNBC]

(tas/tas)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/36QjFJa

February 04, 2020 at 05:17PM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Kabar Gembira CPO RI, Inggris Tak Ikut Aturan Eropa"

Post a Comment

Powered by Blogger.