Search

Saat Inggris Bicara Natuna, Hukum Internasional dan Jokowi

Jakarta, CNBC Indonesia - Hubungan Indonesia dan China beberapa waktu lalu sempat sedikit memanas. Kedua negara bersitegang karena sengketa di perairan Natuna, Kepulauan Riau.

Sejumlah negara pun berkomentar soal ini. Tak terkecuali, Inggris.


Melalui Menteri Inggris untuk Asia Pasifik, Heather Wheeler, kerjaan itu menegaskan penting bagi setiap negara untuk berpegang pada hukum.

"Kami percaya bahwa setiap orang harus berpegang pada hukum tentang kelautan," kata Heather Wheeler saat ditemui di Kedutaan Besar Inggris, pekan lalu.

"Dan bahwa kami mengharapkan setiap orang menggunakan semua mekanisme hukum yang sesuai dan yang seharusnya tidak menjadi masalah. Tetapi itu harus dilakukan melalui mekanisme hukum dan melalui pengaturan itu," tambahnya.


Menurut pengamat hukum laut, terkait persoalan Natuna, hukum yang digunakan tentu saja adalah The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.

"Karena hukum ini merupakan hukum yang sudah disepakati oleh masyarakat internasional berdasarkan Pasal 308 ayat (1) berlaku (entry into force) pada tanggal 16 November 1994, dan Indonesia sudah meratifikasi UNCLOS 1982 dengan UU No. 17 tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS," kata Ida Kurnia saat dihubungi CNBC Indonesia.

Menanggapi China yang menggunakan aturan Nine Dash Line, Ia berpendapat hal tersebut tidak diatur dalam UNCLOS. Sehingga tidak bisa dijadikan dasar klaim.

Untuk diketahui, ada 3 hal yang diatur dalam UNCLOS. Pertama terkait normal baseline, kedua straight baselines, lalu yang terakhir adalah straight archipelagic baselines.

Sementara itu, demi menjaga keamanan, TNI dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI terus menyiagakan Armada di perairan ini guna memantau kondisi di sana. Setelah perdebatan itu, Presiden RI Joko Widodo langsung melakukan kunjungan kerja pada 8 Januari lalu.

Jokowi sendiri terus mewanti-wanti setiap kapal nelayan asing yang melewati wilayah ZEE Indonesia untuk tidak mengambil sumber daya alam yang dimiliki Indonesia. ZEE ini tak hanya wilayah Natuna tapi wilayah ZEE Indonesia lainnya.

Hal tersebut ditegaskan Jokowi merespons kabar yang menyebutkan bahwa jumlah kapal nelayan yang memasuki wilayah ZEE di perairan Natuna semakin bertambah, setelah Jokowi mengunjungi wilayah itu pada awal Januari lalu.

"Sudah jelas, kalau masuk ke teritorial China itu kedaulatan. Tapi ZEE, semua kapal diperbolehkan [melintas], tapi jangan ambil sumber daya alam laut kita," kata Jokowi.

Jokowi menegaskan tidak akan pandang bulu untuk menghukum siapa saja yang mengambil kekayaan alam laut Indonesia secara ilegal. Apalagi, jika kejadian tersebut terjadi di wilayah ZEE.

"Itu yang kita tangkep. Regulasinya jelas, nggak usah diulang-ulang," kata Jokowi.

Jokowi pun menegaskan bahwa wilayah perairan Indonesia bukan hanya Natuna. Menurut eks Wali Kota Solo itu, seluruh pemangku kepentingan terkait harus bekerja sama mengamankan seluruh lautan di berbagai wilayah Indonesia.

"Tanggung jawab siapa? itu Angkatan Laut kita, ada Bakamla, KKP di situ. Tapi kita juga harus sadar, bentang laut kita luas sekali. Jangan bicara Natuna terus, tahu-tahu di Maluku diserbu nggak tau," tegasnya.

[Gambas:Video CNBC]

(sef/sef)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/2TPtbtp

January 20, 2020 at 02:28PM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Saat Inggris Bicara Natuna, Hukum Internasional dan Jokowi"

Post a Comment

Powered by Blogger.