Search

Klaim Bengkak Rp 9,6 T, Bagaimana Bumiputera Membayarnya?

Jakarta, CNBC Indonesia - Masalah Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 kembali mendapat sorotan publik di tengah persoalan PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Jika Jiwasraya gagal bayar dan disidik dugaan korupsi, Bumiputera dihadapkan kewajiban adanya potensi klaim di 2019 dan 2020 yang mencapai Rp 9,6 triliun.

Direktur Utama AJB Bumiputera Dirman Pardosi mengatakan saat ini perusahaan masih berkutat menyelesaikan masalah likuiditas dan permodalan perusahaan untuk jangka pendek, menengah dan panjang. Bahkan rencananya pembayaran akan dilakukan dengan mencicil kepada nasabah.

"Itu bukan potensi gagal bayar. Itu potensi klaim 2020 + os claim [case outstanding, premi yang belum terbayar tertanggung] 2019. Tidak ada yang gagal bayar. Kami punya rencana semua akan dibayar. Hanya sistemnya yang harus antri karena saat ini masih kesulitan likuiditas," kata Dirman kepada CNBC Indonesia, Senin (20/1/2020).


Dia menargetkan masalah likuiditas perusahaan akan kembali membaik dalam kurun waktu 4 tahun, terhitung sejak 2019. Artinya, perusahaan memastikan likuiditas sudah bukan menjadi masalah lagi pada 2023.


Masalah selanjutnya yang masih akan ditangani perusahaan adalah memenuhi tingkat solvabilitas yang masih rendah.

Bumiputera menargetkan, risk based capital (RBC) perusahaan akan dapat berada di posisi 100% pada 2034 mendatang, kendati memang RBC minimal perusahaan asuransi yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada level 120%.


Berdasarkan siaran pers resmi Bumiputera pada 1 Oktober 2019, manajemen Bumiputera menegaskan pada 2018, total klaim yang dibayarkan AJB Bumiputera 1912 adalah sebesar Rp 3,9 triliun dan di tahun 2019 sampai dengan 25 September 2019 sebesar Rp 2,1 triliun.

"Kami tetap berkomitmen kepada Bapak/Ibu pemegang polis AJB Bumiputera 1912 dalam penyelesaian klaim jatuh tempo," tulis manajemen Bumiputera. "Kami menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya," kata manajemen.

Sebelumnya, Bumiputera berencana untuk melakukan penjualan asetnya dengan nilai mencapai Rp 2 triliun untuk melakukan pembayaran klaim asuransi kepada nasabahnya. Penjualan aset ini menjadi salah satu langkah perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pendanaan.

Dirman mengatakan sumber dana untuk pembayaran klaim nasabah bisa beragam. Nilai yang akan dibayarkan juga terus mengalami perubahan seiring dengan perkembangan cash flow perusahaan.

"Rencana [penjualan mencapai] Rp 2 triliun, utamanya untuk klaim. Sumber dana pembayaran klaim kan macam-macam. Ini lagi diupayakan. Kalau jumlah klaim yang akan dibayarkan setiap saat berubah sesuai perkembangan cashflow," katanya Kamis (26/12/2019).

Aset ini merupakan bagian dari asset management yang dilakukan perusahaan. Rencananya, pelepasan aset ini akan dilakukan dengan skema jual putus dan sebagian dengan skema kerja sama operasi (KSO) dengan pihak lain.


Bumiputera 1912 menyebutkan bakal memberikan hak untuk pengelolaan dana nasabah kepada pihak ketiga untuk menjamin keamanan. Hal ini masuk dalam Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Prinsip utamanya adalah segregasi bisnis lama dan bisnis baru. Dana bisnis baru akan dikelola oleh entitas di luar BP [pihak ketiga] sehingga menjamin keamanan produksi baru dan kami menjamin klaim produksi baru paling lama dalam 7 hari sudah cair," kata Dirman.

Selain mengandalkan produk barunya, Dirman menyebutkan perusahaan juga akan mengoptimalkan aset perusahaan yang saat ini nilainya mencapai Rp 9 triliun yang merupakan hak produksi lama.

"Kami juga memilih pengelola dana produksi baru dengan prinsip kehati-hatian," terangnya.

[Gambas:Video CNBC]

(tas/tas)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/2GbcyQO

January 21, 2020 at 01:55PM

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "Klaim Bengkak Rp 9,6 T, Bagaimana Bumiputera Membayarnya?"

Post a Comment

Powered by Blogger.