Namun kalau perdagangan dibuka, kira-kira bagaimana kinerjanya?
Nampaknya, pelaku pasar saham patut bersyukur lantaran perdagangan hari ini diliburkan. Pasalnya kalau tidak, bursa saham utama kawasan Asia maupun Indonesia sepertinya akan melemah.
Memang, Wall Street cenderung ditutup positif pada perdagangan kemarin (30/4/2019): indeks Dow Jones dan S&P 500 naik masing-masing sebesar 0,15% dan 0,1%, sementara indeks Nasdaq Composite melemah 0,66%.
Wall Street menguat lantaran rilis data ekonomi yang kicnlong. Kemarin, indeks keyakinan konsumen periode April 2019 versi The Conference Board diumumkan di level 129,2, mengalahkan konsensus yang sebesar 126,2, seperti dilansir dari Forex Factory.
Mengingat lebih dari 50% perekonomian AS dibentuk oleh konsumsi rumah tangga, kuatnya angka indeks keyakinan konsumen periode April 2019 lantas memberikan indikasi bahwa laju perekonomian AS kedepannya akan tetap kuat.
Sebelumnya, pembacaan awal atas angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal-I 2019 diumumkan sebesar 3,2% (QoQ annualized), jauh di atas konsensus dan capaian kuartal sebelumnya yang hanya sebesar 2,2%, seperti dilansir dari Forex Factory.
Namun, rilis data ekonomi ini dapat menjadi bumerang bagi bursa saham regional. Pasalnya, data ekonomi AS yang kinclong tersebut membuat keyakinan bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan memangkas suku bunga acuan pada tahun ini menjadi memudar.
Alhasil, dolar AS berada dalam posisi yang perkasa pada hari ini. Hingga berita ini diturunkan, indeks dolar AS membukukan penguatan sebesar 0,03%. Keperkasaan dolar AS akan membuat mata uang negara-negara Asia tersungkur di hadapan dolar AS yang pada akhirnya akan menyurutkan minat investor untuk masuk ke pasar saham.
Selain itu, perlu diingat bahwa pada perdagangan kemarin mayoritas bursa saham utama kawasan Asia tersungkur lantaran ada kekhawatiran yang menyelimuti jalannya negosiasi dagang AS-China.
Kemarin, delegasi AS mulai menggelar dialog dagang lanjutan dengan China di Beijing. Delegasi AS dipimpin oleh Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin, sementara delegasi China dikomandoi oleh Wakil Perdana Menteri Liu He.
Menjelang dimulainya negosiasi, pernyataan defensif diungkapkan Mnuchin. Menurutnya, walaupun kedua negara sudah mendekati sebuah kesepakatan, kini negosiasi memasuki tahap di mana sebuah kesepakatan bisa diteken atau justru berakhir tanpa kesepakatan sama sekali.
"Kami berharap bahwa dalam 2 pertemuan di China dan (Washington) DC kami akan berada dalam suatu titik di mana kami dapat memberikan rekomendasi kepada presiden apakah kami dapat meneken kesepakatan atau tidak," papar Mnuchin ketika diwawancarai oleh Fox Business, seperti dilansir dari South China Morning Post.
Hingga hari ini pun, belum ada kabar terkait dengan hasil pertemuan kemarin. Hal ini sejatinya wajar saja. Kabar dari negosiasi yang digelar di China biasanya memang lebih lama sampai ke telinga media.
Alhasil, kekhawatiran yang menyelimuti jalannya negosiasi dagang AS-China berpotensi kembali memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
http://bit.ly/2J3uNKm
May 01, 2019 at 10:07PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Kalau Bursa Saham Asia Buka, Ini yang akan Terjadi"
Post a Comment