
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Gubernur Perry Warjiyo dan kolega menurunkan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) pekan ini.
Dari 14 institusi yang berpartisipasi dalam pembentukan konsensus, hanya dua yang memperkirakan suku bunga acuan masih bertahan di 6%.
Pemangkasan suku bunga seringkali menjadi kabar baik karena lembaga perbankan akan memiliki ruang untuk juga menurunkan bunga kredit pada konsumen. Biaya dana (cost of fund) yang lebih murah akan memicu perbankan untuk menyesuaikan suku bunga agar pertumbuhan kredit bisa lebih digenjot.
Sejatinya penurunan suku bunga perbankan sudah terjadi setidaknya sejak tahun 2017. Sejak awal Januari 2017 hingga April 2019, suku bunga kredit perbankan untuk konsumsi telah turun hingga 1,96 persen poin, berdasarkan data yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Per April 2019, rata-rata suku bunga kredit perbankan untuk konsumsi sebesar 11,62% per tahun. Sementara untuk modal kerja sebesar 10,53%. Artinya saat ini selisih (spread) 7DRRR dengan suku bunga kredit perbankan berada di kisaran 4,5-5,6%.
Bayangkan bila ruang penurunan suku bunga kian diperlebar. Salah satu pihak yang diuntungkan adalah masyarakat sebagai konsumen. Biaya bunga kredit makin kecil, sehingga ekspansi bisnis dan konsumsi bisa ditingkatkan.
Namun sayang, hal tersebut tampaknya tidak bisa dinikmati oleh masyarakat yang banyak menggantungkan kreditnya pada perusahaan teknologi finansial (financial technology/fintech) berbasis pinjaman online (fintech lending).
Pasalnya, berbagai perusahaan pinjaman online saat ini tengah mematok bunga yang amat tinggi. Seringkali membuat konsumen tercekik. Contohnya PT. Financcel Digital Indonesia melalui platform Kredivo-nya menawarkan pinjaman konsumsi bertenor 12 bulan dengan bunga 24%.
Ada pula PT Layanan Keuangan Berbagi yang beroperasi dengan brand DanaRupiah dan menawarkan kredit dengan bunga 28% per tahun plus biaya platform 8%. Ditotal, biayanya adalah 36%.
Artinya, bunga fintech pinjaman online saat ini memiliki spread hingga 30% terhadap 7DRRR. Sangat mahal ketimbang kredit melalui perbankan.
Sejauh ini, nilai tambah (value added) yang berusaha ditonjolkan oleh berbagai finteh lending adalah kemudahan. Debitur dengan sangat mudah dapat mendapatkan dana pinjaman.
Kredivo, hanya membutuhkan KTP dan bukti penghasilan yang dihubungkan dengan akun internet banking rekening gaji. DanaRupiah pun juga demikian. Calon debitur hanya memerlukan KTP, rekening bank, kartu tanda karyawan, dan kontak keluarga atau teman dekat.
Berbeda dengan pinjaman di bank yang seringkali harus melewati beberapa tahapan, mulai dari pengajuan, wawancara, hingga survei.
Atas dasar kemudahan tersebut, pertumbuhan penyaluran kredit oleh para fintech lending sangat pesat. Per Mei 2019, OJK mencatat sudah ada 29 juta akun yang menggunakan jasa pinjaman fintech-fintech tersebut. Jumlahnya melonjak hingga 104,48% sejak awa tahun 2019. Sementara jumlah dana kredit yang telah disalurkan mencapai Rp 41 triliun atau naik 81% sejak Januari 2019.
Namun sayangnya, biaya kemudahan tersebut sangatlah mahal. Ingat: bunga fintech lending tiga kali lipat lebih dari bunga kredit bank.
Padahal kalau boleh dibilang, pasar yang diincar oleh fintech lending ini adalah masyarakat yang belum memiliki kartu kredit. Kebanyakan dari mereka adalah golongan masyarakat menengah, yang sulit lolos saat pengajuan kartu kredit.
Terkait suku bunga acuan, besaran bunga fintech lending juga tampaknya tidak akan terpengaruh banyak. Toh pada level yang sekarang, spread suku bunga acuan BI dengan bunga fintech lending sudah sangat besar. Sudah ada ruang yang cukup untuk menurunkan bunga kredit.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/roy)
https://ift.tt/2XRMhNH
July 17, 2019 at 03:30PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Berapapun Suku Bunga Acuan BI, FIntech Lending Tetap Mencekik"
Post a Comment