IHSG kemarin ditutup minus 0,41%. Sedangkan bursa utama Asia seperti: Nikkei 225 terkoreksi 0,19%, Hang Seng terperosok 1,03%, Shanghai Composite defisit 0,12%, Kospi amblas 1,78%, dan Straits Times turun 0,52%.
Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah 0,11% kala penutupan pasar spot di harga Rp 14.015/$AS. Rupiah dibayangi aksi ambil untung (profit taking) karena telah menguat 2,7% sejak awal tahun. Rupiah hanya kalah dari baht Thailand dan menjadi mata uang terbaik kedua di Asia.
Selain itu, kebutuhan valas korporasi pada akhir bulan biasanya semakin tinggi untuk pembayaran utang, impor, dan sebagainya. Siklus seperti ini memang kerap membuat rupiah tertekan pada akhir bulan.
Di pasar obligasi pemerintah, imbal hasil (yield) sebagian besar mengalami kenaikan. Penurunan yield adalah pertanda harga obligasi sedang turun akibat banyak dilepas para pelaku pasar. Ada empat seri utama yang menjadi acuan yakni: FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan kenaikan yield 5,6 basis poin (bps) menjadi 6,69%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Ada dua tema besar dari faktor eksternal yang perlu diperhatikan yang berpotensi menjadi penggerak pasar keuangan di dalam negeri, yakni perang dagang dan hasil rapat FOMC meeting the Fed yang akan menentukan arah kebijakan suku bunganya.
Dari perkembangan perang dagang, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan bahwa dirinya dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer akan bertandang ke China pada hari Senin (29/7/2019) untuk kemudian menggelar negosiasi dagang selama dua hari yang dimulai sehari setelahnya atau Selasa (30/7/2019).
Penasehat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengatakan bahwa ia tidak mengharapkan "kesepakatan besar" akan terjadi dari pembicaraan perdagangan dengan China minggu ini turut menjadi sentimen. Artinya AS menginginkan pertemuan tersebut berjalan konstruktif dengan tidak terlalu menekan pihak China.
Perkembangan terbaru menunjukkan defisit perdagangan AS dengan China semakin melebar meski tidak setinggi akhir Desember 2018 kemarin yang mencapai US$ 60,8 miliar. Perkembangan terakhir terjadi penambahan defisit dari US$ 51,2 miliar menjadi US$ 55,5 miliar di akhir Mei.
Pelaku pasar kini juga dihadapkan pada kebijakan suku bunga dari the Federal Reserve yang akan digelar pada tanggal 30 dan 31 Juli waktu setempat. Ekspektasi pasar kini berharap the Fed hanya akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 29 Juli 2019, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan pekan ini adalah sebesar 78,1%.
Sementara itu, probabilitas tingkat suku bunga acuan dipangkas hingga 50 bps hanya berada di level 21,9%.
Next >>> (yam/yam)
https://ift.tt/2YavJFD
July 30, 2019 at 01:55PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Harap-Harap Cemas Menantikan Pertemuan AS-China Di Beijing"
Post a Comment