Aduan dilaporkan oleh Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPBB). Mereka tak terima perusahaan pelat merah cuma dapat porsi saham 30% di blok gas terbesar milik Indonesia ini. Serikat pekerja juga tak ikhlas Pertamina dijadikan kontraktor tapi jatahnya baru diberikan pada 2026.
Sambil menunggu 2026, pengelolaan masih dipegang oleh ConocoPhillips sebagai kontraktor eksisting.
Jatah kontraktor yang digilir ini disebut-sebut juga mengganjal hati ConocoPhillips, yang sebenarnya masih ingin jadi kontraktor di periode berikutnya setelah kontrak habis pada 2023 nanti.
Skema pengelolaan blok Corridor memang unik. Blok gas terbesar ketiga di Indonesia ini akan dikelola secara bergantian oleh dua kontraktor, yakni ChonocoPhillips yang merupakan kontraktor eksisting, dan PT Pertamina (Persero) yang akan mengelola mulai 2026.
Blok Corridor saat ini masih dikelola oleh Conocophillips 54%, Pertamina 10%, dan Repsol 36%. Pada 2023, kontrak akan berakhir dan komposisi saham berubah menjadi Conocophillips 46%, Pertamina 30%, Repsol 24%. Pertamina pun mulai jadi pada 2026, setelah transisi dan dikendalikan lebih dulu oleh Conoco tiga tahun pasca-kontrak berakhir.
Foto: Penandatanganan kontrak blok terminasi, Blok Corridor, di Sumatra Selatan. (CNBC Indonesia/Anastasia Arvirianty)
|
Benarkah skema ini terbaik buat semua pihak?
Direktur Hulu Pertamina Dharmawan Samsu mengatakan porsi Pertamina yang bertambah dari 10% jadi 30% di Corridor merupakan keputusan terbaik.
"Skema ini baik untuk mengurangi resiko operasi terhadap keberlangsungan dan juga tingkat produksi," kata Dharmawan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/7/2019).
Pertamina akan membentuk Pertamina Hulu Energi Corridor pada 2026, dan setelah melalui transisi yang baik kontrak akan selesai pada 2043.
"Pertamina bersemangat mengelola blok ini yang merupakan lapangan fractured basement gas play yang menantang. Kami berkomitmen untuk melakukannya dengan baik guna menjaga kesinambungan produksi di blok tersebut," tambahnya.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Dwi Sutjipto mengatakan skema tersebut adalah yang terbaik, yakni dengan membentuk konsorsium. Pengelolaan tidak diberikan langsung ke Pertamina untuk menjaga produksi saat transisi.
"Pengalaman-pengalaman kita bagaimana transisi dikelola dengan baik agar tidak turun produksi lifting yang kita alami saat ini," jelas Dwi, saat berbincang di SKK Migas, Senin (29/7/2019).
Skema di Corridor ini sangat penting untuk pertahankan produksi dan lifting secara optimal. Meski begitu, pemerintah juga memberi perhatian terhadap nasib Pertamina dengan menaikkan 3 kali saham mereka di blok tersebut.
Kemudian dari sisi operator, juga diperhatikan untuk masa transisinya sehingga usai perpanjangan Pertamina bisa mengelola dan mengambil alih blok sebagai operator.
"Ini penting sekali untuk kesiapan Pertamina ke depan, dari segi investasi dan transisi untuk jadi operator," kata Dwi.
(gus/gus)
https://ift.tt/2GBWk3N
July 31, 2019 at 02:18PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Drama Blok Corridor Lanjut, Gegara Kontraktor Susah Ikhlas?"
Post a Comment