Search

Permintaan Terancam Berkurang, Harga Batu Bara Terkoreksi

Jakarta, CNBC Indonesia - Babak baru perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China terbukti mampu memberi tekanan pada harga batu bara.

Pada perdagangan Jumat (10/5/2019), harga batu bara Newcastle kontrak pengiriman Mei di bursa Intercontinental Exchange (ICE) melemah 0,12% ke posisi US$ 86,25/metrik ton. Pelemahan harga terjadi setelah sehari sebelumnya ditutup anjlok hingga 1,09%.

Akhir pekan lalu, pemerintah AS sudah secara resmi memberlakukan bea impor sebesar 25% bagi produk-produk China senilai US$ 200 miliar.

Pihak AS mengatakan hal tersebut dilakukan karena China menghapus beberapa klausul kesepakatan pada draf yang sempat dibuat pada rangkaian negosiasi sebelumnya.

Mengutip Reuters, China disebutkan tidak lagi berkomitmen untuk melindungi hak atas kekayaan intelektual, pemaksaan transfer teknologi, kebijakan persaingan bebas, akses terhadap sektor keuangan, dan manipulasi kurs.

 

Menyikapi hal itu, pemerintah China juga tidak akan tinggal diam. Wakil Perdana Menteri China, Liu He mengatakan bahwa pihaknya tidak punya pilihan selain membalas dengan tindakan serupa, seperti yang dilansir dari Reuters.

 

Lebih lanjut, Liu He mengatakan ada tiga perbedaan mendasar yang membuat kesepakatan dagang tidak bisa tercipta. Pertama, China berpendapat bahwa jika kedua belah pihak ingin meneken kesepakatan, maka seluruh bea masuk harus dihapuskan.

Perbedaan kedua adalah terkait dengan volume pembelian barang-barang AS oleh China, sementara yang ketiga adalah terkait dengan bahasa yang akan digunakan dalam teks kesepakatan dagang kedua negara.


"Setiap negara memiliki martabatnya sendiri, jadi teksnya harus berimbang," papar Liu He, dilansir dari Reuters.

Artinya, skenario perang tarif impor seperti yang terjadi pada tahun lalu akan terulang. Bahkan dengan intensitas yang lebih parah.

Akibatnya, rantai pasokan global akan terhambat dan membuat gairah industri-industri manufaktur menjadi lesu.

Permintaan energi pun punya peluang untuk tidak tumbuh, atau bahkan terkontraksi. Terutama bagi batu bara, yang hingga saat ini masih jadi sumber energi utama di sebagian besar negara-negara Asia.

bahkan sebelum ada perang dagang baru pun, permintaan batu bara global juga sudah rendah, seperti yang diungkapkan oleh konsultan kenamaan Moody's Investors Service (Moody's).

Dalam sebuah catatan yang diterima CNBC Indonesia hari Rabu (8/5/2019), Moody' mengatakan bahwa permintaan batu bara di China dan negara-negara Asia masih lemah di tahun ini.

"Peraturan lingkungan yang ketat dan pertumbuhan ekonomi yang lambat di China akan mengurangi permintaan batu bara termal di negara tersebut," tulis Maisam Hasnain, analis Moody's dalam catatannya.

Pelaku pasar juga masih waspada karena China masih memberlakukan pengetatan impor untuk melindungi industri batu bara domestik.

Sejak awal tahun 2018, pemerintah China memang sudah membatasi kuota impor batu bara.

Alhasil sepanjang 2018, impor batu bara China hanya sebesar 280,8 juta ton naik tipis dari 271,1 juta ton pada 2017. Jumlah tersebut jauh lebih rendah dibanding impor pada tahun 2013 yang mencapai 327,2 juta ton.

Belum ada tanda-tanda kebijakan tersebut akan dicabut. Artinya, permintaan batu bara impor di China kemungkinan tidak meningkat secara tahunan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(taa/hps)

Let's block ads! (Why?)



http://bit.ly/2E4zSPA

May 13, 2019 at 05:21PM

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "Permintaan Terancam Berkurang, Harga Batu Bara Terkoreksi"

Post a Comment

Powered by Blogger.