
Pada perdagangan Rabu (8/5/2019), harga batu bara Newcastle kontrak pengiriman Mei di bursa Intercontinental Exchange (ICE) naik 0,23% ke posisi US$ 87,2/metrik ton. Penguatan harga juga terjadi setelah sehari sebelumnya (7/5/2019) menguat tipis 0,06%.
Meski demikian, dalam sepekan harga batu bara stagnan alias tak bergerak, sedangkan sejak awal tahun masih lebih rendah 14,55%.
Sebagai informasi, harga batu bara Newcastle (nilai kalori 6.000 kcal/kg) seringkali dijadikan acuan untuk menakar harga batu bara impor (seaborne) secara global, karena Australia merupakan eksportir batu bara terbesar di dunia.
Berdasarkan catatan Moody's Investors Service (Moody's), permintaan batu bara dari China dan negara-negara Asia masih cenderung lemah.
Hal ini berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi global yang masih cenderung lambat. Contohnya saja di China yang pada kuartal I-2019 masih membukukan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4%, atau paling lemah sejak beberapa tahun terakhir.
Dampaknya, permintaan batu bara untuk jangka panjang akan sulit untuk naik secara signifikan.
Namun setidaknya untuk jangka pendek, terlihat ada peningkatan permintaan batu bara dari negara-negara importir utama dunia.
Berdasarkan laporan dari S&P Global Platts, Senin (6/5/2019), ekspor batu bara Australia dari pelabuhan di Queensland ke China pada bulan April 2019 meningkat hingga 1,44 juta ton yang mana merupakan tertinggi dalam 10 bulan terakhir, Bahkan jumlah sebesar itu setara dengan lima kali lipat ekspor batu bara pada bulan April tahun lalu (2018).
Selain itu, ekspor batu bara ke Jepang dan India dari pelabuhan yang sama juga meningkat pada bulan April 2019.
Sedangkan ekspor ke India naik menjadi 1,71 juta ton di bulan April 2019, dan merupakan yang tertinggi dalam lima bulan terakhir. Hal itu terjadi karena industri baja di India yang sedang dalam fase ekspansif.
Adapun ekspor ke Jepang mencapai 1,6 juta ton, yang juga tertinggi dalam lima bulan. Namun secara tahunan masih tercatat lebih rendah sebesar 7%. Peningkatan permintaan banyak dari sektor otomotif dan konstruksi, sedangkan sektor pembangunan perumahan masih lesu, berasarkan keterangan Departemen Industri Australia.
Alhasil dalam beberapa hari ke belakang harga batu bara naik, meski tak banyak.
Harga batu bara asal Indonesia pun mengalami hal serupa. Harga batu bara ICI 4 (Indonesia Coal Index 4; nilai kalori 4.200 kcal/kg) diperdagangkan pada level US$ 39,5/metrik ton pada hari Rabu (8/5/2019), berdasarkan data dari Argusmedia. Itu artinya meningkat sebesar 0,64% dibanding pada hari Senin (6/5/2019) yang sebesar US$ 39,25/metrik ton.
Tapi perlu sebagai catatan bahwa sekarang ini potensi eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS)-China sudah semakin meningkat.
Kemarin malam, Kantor Perwakilan Dagang AS mengumumkan secara remi bea impor sebesar 25% terhadap produk-produk China senilai US$ 200 miliar akan berlaku pada hari Jumat (10/5/2019).
Bila perang dagang kedua negara berlanjut, dengan intensitas yang lebih parah dibanding tahun lalu, maka ekonomi global akan semakin melambat. Alhasil permintaan energi, yang salah satunya berasal dari batu bara pun bisa berkurang yang akan membebani harga di pasar global.
TIM RISET CNBC INDONESIA (taa/hps)
http://bit.ly/2VmxfmJ
May 09, 2019 at 03:55PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Permintaan Masih Lesu, Pergerakan Harga Batu Bara Terbatas"
Post a Comment