Pada perdagangan hari Selasa (30/4/2019), nilai tukar rupiah terdepresiasi 50 poin, atau 0,35% terhadap dolar. Alhasil pada penutupan perdagangan US$ 1 dapat diboyong seharga Rp 14.245.
Bukan hari ini saja rupiah melemah. Kemarin pun kurs rupiah juga turun 0,11% terhadap dolar AS.
Parahnya, sudah delapan hari beruntun rupiah tak pernah menguat. Penguatan rupiah terakhir kali terjadi pada hari Kamis (18/4/2019), atau satu hari sebelum libur Jumat Agung.
Hari ini rupiah menjadi yang terlemah kedua (lagi), hanya menang dari won Korea Selatan yang terdepresiasi hingga 0,53%.
Akan tetapi memang sebagian besar mata uang utama di kawasan Asia melemah pada hari ini. Hanya lima dari sebelas mata uang yang mampu menaklukkan dolar, yaitu peso Filipina, yen Jepang, rupee India, dolar Singapura, dan dolar Taiwan.
Sejumlah sentimen tampaknya memang mendukung pelemahan rupiah hari ini.
Dari dalam negeri, realisasi penanaman modal asing (foreign direct investment/FDI) di sektor riil kuartal I-2019 hanya sebesar US$ 7,2 miliar atau turun sebesar 11,1% year on year (YoY).
Ini menandakan bahwa iklim investasi di Tanah Air terbilang kurang menarik bagi investor asing. Alhasil, aliran dana asing yang masuk ke Indonesia menjadi semakin terbatas.
Hal itu berpotensi membuat rupiah rawan terkoreksi karena tak memiliki cukup energi untuk menahan tekanan mata uang lain. Investor pun enggan mengapresiasi nilai rupiah.
Sentimen dari luar negeri juga tampaknya kurang mendukung. Investor makin dibuat was-was mendengar perkembangan dari dialog dagang AS-China.
Hari ini (30/4/2019), Kepala Perwakilan Dagang AS, Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin kembali menggelar perundingan di Beijing. Adapun negosiator China dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri, Liu He.
Mengutip South China Morning Post, proses negosiasi kedua negara dikabarkan sudah pada tahap akhir. Artinya kesepakatan bisa jadi diteken atau bahkan gagal sama sekali.
"Kami berharap bahwa dalam 2 pertemuan di China dan (Washington) DC kami akan berada dalam suatu titik di mana kami dapat memberikan rekomendasi kepada presiden apakah kami dapat meneken kesepakatan atau tidak," papar Mnuchin ketika diwawancarai oleh Fox Business, seperti dilansir dari South China Morning Post.
Meskipun sebelumnya aura positif terus memancar dari proses negosiasi AS-China, investor cenderung bermain aman karena segala kemungkinan dapat terjadi.
Hingga sebuah pengumuman yang benar-benar positif muncul, tampaknya pelaku pasar masih akan terus menyimpan keraguan berinvestasi.
Sebab semakin lama proses ini berjalan, risiko batalnya kesepakatan masih akan terus menghantui.
BERLANJUT KE HALAMAN 2 (taa/taa)
http://bit.ly/2LmLd3A
May 01, 2019 at 12:33AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Sah! Delapan Hari Beruntun Rupiah Tak Pernah Menguat"
Post a Comment