Search

Kredit Bank Belum Kuat Jadi Alasan BI Longgarkan RIM

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) melonggarkan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dari sebelumnya 80%-92% menjadi sebesar 84%-94%.

Hal ini dilakukan karena BI menilai masih ada ruang untuk bank menyalurkan kredit.

Direktur Eksekutif Kebijakan Makroprudensial BI Linda Maulidina mengemukakan per Januari 2019 Indeks Risiko Sistemik perbankan mulai mengalami penurunan. Pada periode yang sama kredit tumbuh di sekitar 12% secara year-on-year (YoY).

"Ini [kredit] memang sudah meningkat dari pertumbuhan kredit 2017 sebesar 11,8% namun penguatan ini masih belum cukup tinggi untuk menunjang pertumbuhan yang lebih signifikan. Sektor kredit masih konsumsi meskipun dari industri perdagangan, pengolahan dan konstruksi juga ada. Maka kita perlu menaikkan batas atas dan batas bawah RIM," jelas Linda dalam acara media briefing mengenai Penyempurnaan Ketentuan RIM dan PLM, di Gedung BI, Senin (1/4/2019).

Selain itu, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) masih melambat dibanding pertumbuhan kreditnya. Namun, lanjut Linda, posisi DPK saat ini masih tetap bisa menunjang pertumbuhan kredit.

Sementara, dilihat dari sisi rasio kredit macet (non-performing loan/NPL) juga menurun. Namun demikian, siklus kredit perbankan masih berada di bawah siklus bisnis atau pertumbuhan ekonomi sehingga BI menilai masih perlu dukungan berupa pelonggaran RIM ini.

Kebijakan pelonggaran RIM ini, kata Linda, juga dipengaruhi oleh kondisi perekonomian eksternal yang mengarah pada ketidakpastian. Meski The Fed menyatakan tidak akan menaikkan lagi suku bunga acuan, namun tahun ini tekanan tidak sekuat tahun lalu karena Amerika Serikat (AS) telah mengalami perlambatan ekonomi sehingga perlu stimulus kebijakan moneter yang lebih dovish.

"Di sisi lain, kondisi perang dagang pasang surut. Kadang tekanan berkurang kadang menguat, tapi ini murni faktor politik. Ada dampaknya juga ke emerging market karena seluruh negara berkembang, termasuk Indonesia berkaitan dengan perekonomian China tapi dampaknya tidak signifikan," tuturnya.

Selain itu, melambatnya pertumbuhan ekonomi di Kawasan Eropa juga mempengaruhi permintaan dari barang dan jasa negara-negara yang bergantung pada perdagangan ke Eropa. Indonesia sendiri tidak terlalu bergantung kepada Eropa, namun melemahnya permintaan global berdampak pada keseluruhan perdagangan luar negeri di emerging market.

Linda menambahkan, saat ini sektor riil juga tengah giat melakukan aktivitas ekonomi korporasi. Dari konsumsi rumah tangga juga masih kuat namun dari sisi pembiayaan masih harus dipirkirkan. "Pembiayaan kita saat ini dari perbankan, sementara pembiayaan dari luar negeri ada tapi tetap dominan dari bank," lanjutnya.

"Kita lihat pertumbuhan ekonomi membaik, ada room untuk dorong bank bisa lakukan pembiayaan yang lebih optimal sehingga bisa dorong untuk support investasi agar bisa dorong pertumbuhan ekonomi. Maka sesuai peran BI di bidang makroprudensial kami lihat ada potensi untuk dorong intermediasi lebihjauh lagi," tuturnya.

BI menerbitkan Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Nomor 21/5/PADG/2019 tentang perubahan ketiga atas PADG Nomor 20/11/PADG/2018 tanggal 31 Mei 2018 tentang Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) bagi Bank Umum Konvensional (BUK), Bank Umum Syariah (BUS), dan Unit Usaha Syariah (UUS).

PADG ini merupakan tindak lanjut dari keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 21 Maret 2019 untuk memperkuat kebijakan makroprudensial yang akomodatif. Kebijakan tersebut ditempuh untuk mendorong pertumbuhan kredit atau pembiayaan ekonomi dengan tetap memperhatikan terjaganya stabilitas sistem keuangan.

(dru)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/2FN9ivk

April 01, 2019 at 11:56PM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Kredit Bank Belum Kuat Jadi Alasan BI Longgarkan RIM"

Post a Comment

Powered by Blogger.