Pada perdagangan hari Selasa (2/7/2019) pukul 09:00 WIB, harga minyak Brent kontrak pengiriman September turun 0,34% ke level US$ 64,84/barel. Adapun harga minyak light sweet (WTI) melemah 0,61% menjadi US$ 58,73/barel.
Satu hari sebelumnya, harga Brent dan WTI ditutup menguat masing-masing sebesar 0,49% dan 1,06%.
Perlambatan ekonomi global tampaknya masih menjadi beban yang cukup kuat pada pergerakan harga si emas hitam.
Meskipun pada akhir pekan lalu, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping telah sepakat untuk melakukan 'gencatan senjata' dan kembali ke jalur perundingan, kondisi ekonomi global diprediksi tidak akan berbalik dengan cepat.
"Perang dagang kemungkinan besar tidak akan terselesaikan dalam waktu dekat, sementara bank sentral dunia diprediksi akan memberi stimulus [moneter] dalam beberapa bulan ke depan, aktivitas ekonomi masih melanjutkan tren perlambatan," ujar Edward Moya, analis pasar senior OANDA, seperti yang dikutip dari Reuters.
Foto: Pertemuan G-20 Trump-Xi (REUTERS/Kevin Lamarque)
|
Kala ekonomi masih tetap lambat, permintaan energi juga akan bergerak searah. Alhasil ketakutan banjir pasokan masih tetap menghantui pelaku pasar hingga saat ini.
Meskipun demikian, harga minyak juga mendapat dorongan ke atas dari rencana Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk terus memangkas produksi setelah Juni 2019.
Dalam pertemuan yang dilangsungkan di Wina, Austria, anggota OPEC telah sepakat untuk memperpanjang masa pengurangan produksi hingga Maret 2020, atau sembilan bulan dari 1 Juli 2019.
Sebagai informasi, awal Desember silam, OPEC dan sekutunya sepakat untuk memangkas produksi hingga 1,2 juta barel/hari atau setara 1,2% permintaan minyak global sepanjang periode Januari-Juni 2019.
Kelanjutan pemangkasan produksi berarti tidak akan ada lonjakan pasokan, setidaknya dari OPEC dalam waktu dekat.
Meskipun keputusan tersebut tampaknya akan membuat Trump agak sedikit kesal. Pasalnya, Trump telah berkali-kali meminta Arab Saudi yang merupakan pimpinan OPEC untuk memasok lebih banyak minyak guna menekan harga minyak. Sebagai gantinya, AS akan menawarkan dukungan militer pada Arab Saudi untuk menghadapi perselisihan dengan Iran.
Diketahui Arab Saudi memang sudah lama menjalin konflik politik dengan Iran.
"Arab Saudi tengah berupaya menaikkan harga minyak ke level US$ 70/barel, meskipun berlawanan dengan keinginan Trump," ujar Gary Ross dari Black Gold Investors, dikutip dari Reuters.
Foto: Donald Trump dan Vladimir Putin (REUTERS/Kevin Lamarque)
|
Pelaku pasar juga masih menantikan keputusan yang dihasilkan dari pertemuan OPEC dengan negara-negara sekutunya, termasuk Rusia yang akan berlangsung hari Selasa (2/7/2019) di Wina waktu setempat.
Rusia sebenarnya sudah memberi sinyal hijau akan mengikuti kebijakan OPEC.
Presiden Rusia, Vladimir Putin pada hari Sabtu (28/6/2019) mengatakan bahwa pihaknya telah sepakat dengan Arab Saudi untuk memperpanjang pemangkasan produksi minyak dalam enam atau sembilan bulan.
Bila benar Rusia setuju, artinya pasokan global masih akan berada pada level yang rendah seperti sekarang ini. Keseimbangan fundamental juga akan bertahan.
Sebagai informasi, pada bulan Juni 2019 produksi minyak Negeri Beruang Merah telah berkurang hingga 278 ribu barel/hari dibanding level produksi acuan Oktober 2018 yang sebesar 11,41 juta barel/hari.
Padahal, berdasarkan kesepakatan dengan OPEC, kuota pemangkasan produksi Rusia hanya 228 ribu barel/hari.
Komitmen tersebut membuat pelaku pasar masih yakin Rusia, yang merupakan produsen minyak terbesar ketiga di dunia, akan sepakat untuk terus memperketat pasokan bersama OPEC.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/tas)https://ift.tt/2FIOncs
July 02, 2019 at 04:16PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Menanti Pertemuan OPEC, Harga Minyak Terpeleset"
Post a Comment