
Harga emas melemah 1,07% ke level US$ 1.403,6 per troy ounce atau setara dengan Rp 635.225,86/gram. Sementara pagi ini Jumat (12/7/19) pukul 8:14 WIB harga logam mulia ini kembali naik ke 0,3% ke level US$ 1.407,8 per troy ounce atau Rp 637.036,91 di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Inflasi merupakan salah satu acuan Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk menetapkan suku bunga. Spekulasi The Fed akan memangkas suku bunga secara agresif di tahun ini menjadi penopang penguatan harga emas, bahkan hingga mencapai level tertinggi sejak Mei 2013 pada 25 Juni lalu.
Jika inflasi semakin tinggi, tentunya menjadi bahan pertimbangan bagi Jerome Powell dkk untuk tidak agresif memangkas suku bunga.
Emas merupakan aset tanpa imbal hasil, sehingga semakin rendah suku bunga di AS dan secara global, akan memberikan keuntungan yang lebih besar dalam memegang aset emas.
Selain itu, logam mulia ini berdenominasi dolar, sehingga jika mata uang Paman Sam tersebut melemah harga emas akan menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, yang dapat meningkatkan permintaan emas. Pelemahan atau penguatan dolar AS belakangan terjadi akibat spekulasi suku bunga di AS.
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan inflasi yang dilihat dari Indeks Harga Pordusen (Consumer Price Index/CPI) di bulan Juni tumbuh 0,1% month-on-month (MoM) , dan inflasi inti (yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi) tumbuh 0,3% MoM.
Rilis tersebut lebih tinggi dari prediksi di Reuters sebesar 0% untuk inflasi dan 0,2% untuk inflasi inti. Selain itu, pertumbuhan inflasi inti di bulan Juni juga menjadi yang tertinggi sejak Januari 2018.
Sementara jika dilihat secara tahunan atau year-on-year inflasi dan inflasi inti masing-masing tumbuh 1,6% dan 2,1%
Namun, The Fed sebenarnya menggunakan inflasi berdasarkan Core Personal Consumption Expenditures (PCE) price index sebagai ukurannya, tetapi data tersebut baru akan dirilis pada 30 Juli nanti. Inflasi PCE di bulan May tumbuh sebesar 1,6% year-on-year dan masih cukup jauh dari target The Fed sebesar 2%. Untuk tahun ini, The Fed mempredikssi inflasi PCE akan tumbuh 1,5%, yang berarti ke depannya kenaikan harga-harga diperkirakan akan melambat.
Data inflasi Kamis kemarin bisa memberikan gambaran rilis data inflasi PCE, sehingga memberikan dampak kejut yang cukup besar, dan membuat harga emas melemah. Data inflasi ini melengkapi data tenaga kerja AS yang juga dirilis bagus pada Jumat (5/7/19) pekan lalu. Dua data ini merupakan salah satu kunci bagi The Fed untuk memutuskan apakah suku bunga akan dipangkas atau dipertahankan
Sebelumya akibat data tenaga kerja AS yang cukup bagus, pelaku pasar melihat The Fed maksimal akan memangkas suku bua dua kali di tahun ini. Namun, usai bos The Fed Jerome Powell memberikan paparan dihadapan Komite Perbankan Kongres AS Rabu (10/7/19) lalu, spekulasi pemangkasan suku bunga sebanyak tiga kali kembali menguat dan membuat harga emas melesat naik 1,5% ke level US$ 1.418,8 per troy ounce.
Setelah rilis data inflasi yang bagus, pelaku pasar kini kembali "bimbang" melihat apakah The Fed akan memangkas suku bunga sebanyak tiga kali atau maksimal dua kali di tahun ini. Hal tersebut tercermin dari perangkat FedWatch milik CME Group dimana pagi ini terdapat probabilitas sebesar 35,7% suku bunga The Fed di kisaran 1,50%-1,75% dan probabilitas sebesar 37,2% suku bunga berada di kisaran 1,75%-2,00% di bulan Desember nanti.
Efeknya harga emas juga kemungkinan akan "bimbang" atau berkonsolidasi hingga The Fed mengumumkan suku bunga pada 31 Juli (1 Agustus waktu Indonesia) nanti. (pap/hps)
https://ift.tt/2xLe2ga
July 12, 2019 at 03:33PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Harga Emas Dunia Sedang Labil, Sekarang Rp 637.036/gram"
Post a Comment