
Pekan lalu, Menteri Koordinator bidang Perekonomian mengungkapkan mulai bulan Mei 2019 Pertamina sudah tidak perlu lagi mengimpor solar, yang selama ini membebani defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD).
"Kita memang masih dibebani dengan defisit yang agak besar di sektor migas. Sebetulnya mulai bulan depan migas itu, terutama avtur sama solar kita tak akan impor lagi," kata Darmin di kantornya, Jumat (10/5/2019).
"Kita mau pakai produk kita di dalam negeri yang diolah di sini. Mulai Mei ini sudah mulai [stop impor]," tegas Menko.
Ditemui secara terpisah, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Djoko Siswanto juga menegaskan hal yang sama. Penghentian impor solar menurutnya disebabkan program B20 yang berjalan dengan baik.
"Solar sudah nggak impor karena B20 berjalan dengan baik. Selebihnya, tanya ke Pertamina," ujar Djoko.
Lantas, sudah seberapa besar penyaluran bauran Bahan Bakar Nabati (BBN/biodiesel) berbasis minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) sebanyak 20% yang sejak 1 September tahun lalu digalakkan pemerintah?
Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengungkapkan, sepanjang kuartal I 2019 ini, biodiesel yang telah tersalurkan sekitar 1,5 juta kilo liter (KL) dengan target hingga akhir tahun mencapai 6,2 juta KL.
"Itu adalah perencanaannya, bisa lebih atau kurang tergantung dari pemakaian solar mendatang," kata Paulus kepada CNBC Indonesia, Minggu (12/5/2019).
Pemerintah mencatat, terhitung sejak Januari hingga 22 April 2019, serapan biodiesel telah mencapai kisaran 1,74 juta KL.
"Itu sekitar 28% dari target yang sebesar 6,2 juta KL," ujar Direktur Bioenergi, Ditjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Feby Andriah kepada CNBC Indonesia pekan lalu.
(gus)
http://bit.ly/2YhxwEy
May 13, 2019 at 03:56AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "RI Mulai Setop Impor Solar, Amankah Pasokan B20?"
Post a Comment