BPS melaporkan defisit neraca perdagangan pada bulan April 2019 sebesar US$ 2,5 miliar. Sebelum ini, defisit terburuk tercatat sebesar US$ 2,3 miliar yang dibukukan pada Juli 2013.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan neraca perdagangan defisit "hanya" US$ 497 juta.
Data ini tentunya semakin memperburuk sentimen terhadap Mata Uang Garuda. Sejak pekan lalu tidak ada kabar bagus yang bisa membuat rupiah bangkit.
Analisis Teknikal
![]() |
Secara harian, rupiah yang disimbolkan dengan USD/IDR masih bergerak di atas rerata (Moving Average/MA) 20 hari (garis merah) yang sudah menyilang dengan MA 5 /rerata 5 hari (garis biru). Secara teknikal persilangan tersebut bisa menjadi sinyal naik (pelemahan rupiah), dan sinyal itu semakin kuat setelah rupiah semakin jauh di atas MA 5.
Indikator Stochastic (grafik bagian bawah) berada di area jenuh beli (overbought) dalam waktu yang cukup lama, seharusnya menjadi sinyal akan ada pembalikan harga (penguatan rupiah), namun hingga saat ini belum juga terjadi.
Stochastic merupakan leading indicator atau indikator yang mendahului pergerakan harga.
![]() |
Sementara pada grafik 1 jam, indikator Stochastic yang sudah keluar dari wilayah jenuh beli (overbought) memperkecil peluang bangkit rupiah.
Support (tahanan bawah) terdekat berada di kisaran Rp 14.420 selama tertahan di atas level tersebut rupiah masih berpeluang melemah dan menargetkan area Rp 14.500. Peluang ke area Rp 14.610 dalam beberapa hari ke depan menjadi semakin terbuka jika rupiah menembus Rp 14.500.
Sementara jika support Rp 14.420 berhasil dilewati rupiah berpeluang bangkit dan dapat menuju level Rp 14.368. Tekanan terhadap rupiah akan mereda jika mampu menembus level yang disebut terakhir.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/prm)
http://bit.ly/2YtREmW
May 15, 2019 at 08:24PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Rekor Defisit Neraca Dagang, Rupiah Berpeluang ke Rp 14.610"
Post a Comment