Nilai dividen itu setara dengan 10,2% dari laba bersih perseroan tahun buku 2018 yakni sebesar Rp 204 miliar. Dengan demikian, pemegang saham akan menerima dividen sebesar Rp 2/saham.
"Sisanya [dividen] sebesar Rp 180,9 miliar ditetapkan sebagai laba ditahan dan Rp 2 miliar untuk cadangan wajib," kata Direktur Pengelolaan Modal dan Investasi Intiland, Archied Noto Pradono, saat paparan publik usai RUPST di Jakarta, Rabu (15/5/2019).
Tahun lalu, diakui Archied, industri properti masih menghadapi tantangan pasar yang belum kondusif. Hal itu terlihat dari tingkat permintaan pasar terhadap produk properti tidak mengalami pertumbuhan secara signifikan. Lesunya industri properti memang sudah dirasakan sejak tahun 2015.
![]() |
"Kondisi sektor properti masih cukup berat dan belum kembali kondusif, tapi kami percaya tetap ada peluang tumbuh," kata Archied menambahkan.
Ditilik dari sisi kinerja, tahun lalu laba bersih DILD terkoreksi hingga 32% menjadi Rp 203,67 miliar dari laba bersih tahun 2017 sebesar Rp 297,49 miliar. Penurunan laba bersih itu disebabkan menurunnya margin laba kotor dan tingginya beban bunga.
"Tahun ini laba bersih kami harap bisa flat atau [setidaknya] naik 10%," ungkap dia.
Laporan keuangan perusahaan mencatat, kendati laba bersih turun, pendapatan DILD tahun lalu justru naik 16% menjadi Rp 2,55 triliun dari tahun sebelumnya Rp 2,20 triliun. Hanya saja, tekanan laba bersih tampaknya datang dari beban pokok yang membengkak menjadi Rp 1,55 triliun dari sebelumnya Rp 1,25 triliun.
Bisnis Intiland masih ditopang penjualan high rise sebesar Rp 819,46 miliar, naik dari tahun sebelumnya Rp 703,64 miliar dan kenaikan penjualan perumahan menjadi Rp 629,61 miliar dari Rp 420,01 miliar.
Hanya saja penjualan di lini kawasan industri justru turun menjadi Rp 507 miliar dari tahun 2017 sebesar Rp 550,95 miliar.
Di lini bisnis pendapatan, kontribusi terbesar berasal dari pendapatan fasilitas yakni naik menjadi Rp 306,55 miliar dari tahun 2017 yakni Rp 256,54 miliar. Pendapatan perkantoran juga naik menjadi Rp 225,20 miliar dari sebelumnya Rp 217,51 miliar dan pendapatan kawasan industri naik menjadi Rp 64,67 miliar dari Rp 54,17 miliar.
Adapun beban bunga membengkak menjadi Rp 290 miliar. Padahal tahun 2017 beban bunga hanya Rp 240 miliar, ditambah lagi beban umum juga naik menjadi Rp 446,91 miliar dari sebelumnya Rp 391,77 miliar.
Kenaikan beban bunga karena
pada awal tahun Intiland baru meraih fasilitas kredit sindikasi perbankan senilai Rp 2,8 triliun dari dua bank nasional yakni PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).Fasilitas kredit sindikasi itu diberikan dengan tenor 8 tahun, rinciannya dari BBNI sebesar Rp 1,63 triliun atau 58,33% dan dari BBCA sebesar Rp 1,17 triliun (41,67%) dengan tingkat bunga 10,5%.
Simak proyek baru Intiland tahun ini.
[Gambas:Video CNBC]
http://bit.ly/2YtRb4a
May 15, 2019 at 08:15PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Meski Laba Amblas 32%, Intiland Setia Bagi Dividen Rp 20,7 M"
Post a Comment