Search

Ssst..! BPK Serius Periksa Laporan Keuangan Garuda

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) turun tangan menelusuri laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIIA) periode 2018.

Hal ini dilakukan untuk membuka secara gamblang apakah ada kesalahan pada penyampaian laporan keuangan atau tidak.

"Pemeriksa sedang berjalan. Tim pun sedang di lapangan," tutur Anggota BPK Achsanul Qasasi kepada CNBC Indonesia, Senin (20/5/2019).

Seperti diketahui, terdapat kejanggalan pada laporan keuangan BUMN penerbangan tersebut.

Kejanggalan ini dimulai dari laporan keuangan perusahaan yang membukukan laba bersih US$ 809.846 pada 2018 atau setara Rp 11,49 miliar (Kurs Rp 14.200/US$).

Ssst.. BPK Serius Periksa Laporan Keuangan GarudaFoto: BPK Akan Evaluasi Lapkeu Garuda 2018 (CNBC Indonesia TV)

Padahal jika ditilik lebih detail, perusahaan yang resmi berdiri pada 21 Desember 1949 dengan nama Garuda Indonesia Airways ini semestinya merugi.

Pasalnya, total beban usaha yang dibukukan perusahaan tahun lalu mencapai US$ 4,58 miliar, di mana US$ 206,08 juta lebih besar dibandingkan total pendapatan tahun 2018.

Kinerja bottom line atau laba GIAA berhasil diselamatkan dari satu perjanjian kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi (MAT) bernilai US$ 239,94 juta.

Perjanjian tersebut terkait pemberian hak royalti atas penyediaan layanan konektivitas dan konten hiburan pada pesawat milik Grup Garuda Indonesia dan Grup Sriwijaya.

Perjanjian inilah yang penuh kejanggalan. Apa saja kejanggalannya?

Pertama, kompensasi atas kesepakatan berumur 15 tahun tersebut, diakui seluruhnya pada laporan laba rugi tahun lalu dalam pos pendapatan lain-lain.

Dalam laporan keuangan 2018, GIAA menyampaikan bahwa imbalan atas kesepakatan dengan MAT tidak dapat dikembalikan, alhasil perusahaan memutuskan untuk mengakuinya saat penyerahan hak kepada MAT pada tahun 2018.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 23 memang memperbolehkan pengakuan pendapatan meskipun pada transaksi tersebut belum ada kas yang tercatat masuk atau metode kas basis akrual.

Namun, pendapatan yang boleh diakui harus memenuhi beberapa persyaratan. Inilah yang menjadi kejanggalan kedua.

Pendapatan boleh diakui, asal sudah ada bukti serah terima resmi dan/atau MAT sudah mulai memasang peralatan konektivitas tersebut dan tercatat dalam invoice.

Benarkah ada dokumen terkait serah terima tersebut?

Lalu, jumlah pendapatan dapat diukur secara andal atau dapat dipertanggungjawabkan. Imbalan atau kompensasi atas penyerahan hak kepada MAT sesuai dengan ekspektasi manfaat ekonomi yang akan didapat ke depannya. Apakah nilainya memang sudah sesuai? Tidak terlalu mahal dan murah, apalagi fakta bahwa hak tersebut diberikan selama 15 tahun.

Bagaimana kejanggalan ketiga?

Kejanggalan ketiga adalah, hingga kuartal I-2019 belum ada kas masuk yang dibayarkan oleh MAT. Hal tersebut dapat terlihat dari tidak adanya penurunan nilai pada pos piutang usaha yang terkait dengan kesepakatan tersebut.

Dalam PSAK 23, karena perusahaan mengakui pendapatan meski belum ada kas masuk, maka nilai pendapatan yang diakui, kemudian dicatat sebagai piutang usaha.

Ini berarti, jika sudah ada kas masuk dari transaksi tersebut, maka otomatis nilai pada pos piutang usaha akan berkurang. Nah, dengan belum terdeteksinya kas masuk, maka syarat "kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan mengalir ke perusahaan" patut dipertanyakan.

(dru/hps)

Let's block ads! (Why?)



http://bit.ly/2VCqdWj

May 20, 2019 at 08:40PM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Ssst..! BPK Serius Periksa Laporan Keuangan Garuda"

Post a Comment

Powered by Blogger.