Demikian disampaikan oleh kepala riset komoditas Goldman Sachs Jeff Currie.
"Kita telah mengalami kuartal keempat yang sangat buruk, jadi pertanyaannya adalah 'berapa banyak kerugian yang telah kita tutupi sejauh ini?'" katanya kepada Dan Murphy dari CNBC dalam acara Konferensi Petroleum and Gas Timur Tengah Tahunan ke-27 di Dubai.
"Melihat minyak secara lebih luas ... Kami merasa harganya tidak akan kembali ke level US$ 80 itu lagi, jadi hanya ada sedikit kenaikan di sini," tambahnya, mengutip CNBC International, Selasa (9/4/2019).
"Ini merupakan defisit mendasar, persediaan yang lebih rendah mendorong harganya lebih tinggi," kata Currie. "Pasar ini berada dalam keadaan defisit satu juta barel per hari sekarang, dan kami pikir harga tertingginya adalah US$ 70 hingga US$ 75 (per barel), tetapi harga terendahnya ada di sekitaran US$ 60," katanya.
Ia menjelaskan harga terendah itu didasarkan pada tiga hal, yaitu perluasan jaringan pipa di Permian Basin Texas yang kaya serpihan pada kuartal ketiga tahun ini, OPEC berpotensi keluar dari program pengurangan minyaknya karena investasi bulan Mei cenderung mencapai angka rata-rata lima tahun, dan ada lebih banyak pasokan dari anggota non-OPEC.
"Itulah yang akan menjaga harga tertinggi dan terendah, persediaan yang lebih rendah mendorong harga menjadi US$ 70 hingga US$ 75 per barel, di situlah peluang investasinya, tetapi harganya tidak akan seperti yang kita lihat di kuartal tiga atau empat, tahun lalu."
Permintaan kuat
Harga minyak mentah berjangka telah melonjak dalam beberapa bulan terakhir, di mana harga Brent dan West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat (AS) telah menguat lebih dari 20% sejak awal 2019. Harga minyak mentah patokan internasional Brent ada di US$ 70 per barel pada hari Senin (8/4/2019), sementara WTI diperdagangkan di sekitar US$ 63 per barel.
Sejumlah analis meyakini bahwa semakin banyak sisi positif yang ada akibat berkurangnya persediaan dari Iran dan Venezuela, serta potensi pengurangan pasokan yang berlanjut dari organisasi minyak utama, OPEC.
![]() |
Saat pasar kacau karena kekhawatiran akan penurunan permintaan minyak global, analis Goldman Sachs justru berpandangan sebaliknya. Ia menyebut kondisi tetap baik.
"Tidak, benar-benar sebaliknya. Permintaan komoditas relatif solid, permintaan sangat solid di China sekarang ... Intinya, permintaan terlihat sangat bagus sekarang."
Tantangan utama
Meski begitu, tetap ada tantangan dalam sektor ini. Currie mengatakan risiko terbesar terletak pada perubahan kebijakan masing-masing negara.
"Ketika Anda memikirkan tentang apa yang telah kami pelajari tahun lalu, OPEC telah menunjukkan kemampuannya untuk meningkatkan produksi yang sangat tinggi, mengurangi produksi secara substansial, sehingga banyak fleksibilitas di sana," katanya.
"Apa yang telah kita pelajari tentang China? Mereka dapat menstimulasi dan mereka dapat bersikap longgar. Kami telah melihat stimulus besar pada bulan Januari, tetapi itu telah melonggar tahun lalu. Apa yang telah kita lihat dengan AS? Mereka sudah hawkish dan mereka sudah dovish," jelasnya.
"Apa yang mulai dilakukan adalah mengantisipasi risiko penurunan dan kenaikan," lanjut Currie. "Jadi pertanyaan Anda adalah: Ke mana risiko dalam sistem akan mengarah? Jika kita memikirkannya, jika itu adalah pembuat kebijakan yang membolak-balik kebijakan, di situlah risiko benar-benar bisa tercipta, itu masuk dalam neraca negara ... Jadi jika saya melihatnya, serentetan tantangan, lebih mungkin terjadi daripada hanya terjadi dari salah satu penguasa." (prm)
http://bit.ly/2I9z7sa
April 09, 2019 at 10:08PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Goldman Sachs: Harga Minyak tak Akan Sentuh US$ 80 Lagi"
Post a Comment