Jakarta, CNBC Indonesia - Baru-baru ini Kementerian Perhubungan mengumumkan bahwa jumlah penumpang pesawat selama mudik Lebaran turun antara 10%-15%, sedangkan penumpang moda transportasi lainnya naik rata-rata 5%.Tingginya harga tiket maskapai pun menjadi sorotan, apalagi setelah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengumumkan bahwa pihaknya sedang meneliti dugaan praktik kartel antara dua raksasa nasional, yakni Grup Garuda dan Grup Lion Air.
Tim Riset CNBC Indonesia berusaha menelisik kondisi industri penerbangan Tanah Air, untuk mengecek apakah kenaikan tarif tiket adalah praktik alamiah yang beralasan, ataukah kebijakan mengada-ada tanpa dasar yang muncul dari ruang kasak-kusuk petinggi kedua grup aviasi tersebut.Jika melihat dari sisi pertumbuhan industri, harus diakui bahwa ada gejala penurunan yang terbaca sejak tahun 2014. Penurunan terjadi setelah pemerintah memperketat maskapai berbiaya murah (low cost carrier) dengan menetapkan tarif batas bawah (floor ceiling).
 Foto: Sumber: Kemenhub
|
Lembaga Konsultan Aviasi Global CAPA menilai aturan batas bawah tiket pesawat LCC sangat kontraproduktif dengan pertumbuhan industri aviasi. Jika pada periode 2009-2014 industri aviasi nasional tumbuh hingga dua kali lipat, maka tren itu melambat sejak 2014.Celakanya, pelaku usaha sudah terlanjur berinvestasi besar-besaran dengan membeli pesawat (umumnya lewat mekanisme sewa guna usaha/leasing). Ini menjelaskan kenapa jumlah pesawat yang dioperasikan maskapai nasional terus tumbuh.
 Foto: Sumber: BPS
|
"LCC umumnya beroperasi dengan harga tiket di rentang lebar, menawarkan tiket super murah bagi penumpang yang memesan jauh-jauh hari untuk jadwal di periode sepi ... high load factor pada gilirannya membantu maskapai menjual lebih banyak jasa lain," tulis CAPA dalam laporan yang dirilis pada awal 2015, merespons kebijakan tarif bawah LCC.
Dengan aturan baru yang dirilis Menteri Ignasius Jonan (kini Menteri ESDM), bisnis LCC mengetat sementara jumlah pesawat yang dioperasikan bertambah. Tiap pesawat tersebut akhirnya "menggendong beban" lebih sedikit, terlihat dari terus turunnya load factor, meski jumlah penumpang dan barang yang diangkut secara akumulatif naik terus dari 2013-2017.
 Foto: Sumber: BPS
|
Dari data tersebut, terlihat bahwa faktor keterisian penumpang turun dari 83% (2013) menjadi hanya 77,6%. Di sisi lain, faktor keterisian kargo juga turun dari 68,5% menjadi 62,1% pada periode yang sama.
Di tengah situasi tersebut, tagihan sewa pesawat jalan terus sedangkan kinerja maskapai kian ngos-ngosan karena makin sulit menarik penumpang. Maka kita melihat kinerja maskapai mengalami tantangan berat dan cenderung memburuk.
NEXT
(ags/ags)
Let's block ads! (Why?)
http://bit.ly/2WDPcc6
June 13, 2019 at 02:17PM
Bagikan Berita Ini
Related Posts :
Rilis Data Inflasi Tentukan Arah IHSG
Jakarta, CNBC Indonesia - Laju Indeks Harga Saham Gabungan pada perdagangan akhir pekan ini, Jumat … Read More...
Belanja Saham Apa Hari Ini? Simak Saham Pilihan Ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 1,06% dari level … Read More...
Naik Tinggi Kemarin, Begini Arah Pergerakan CLAY dan GIAA
Jakarta, CNBC Indonesia - Dua saham berikut mengalami kenaikan harga yang sangat tinggi pada perdag… Read More...
BI: Rupiah Masih Bisa Menguat Lagi
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah pada perdagangan kemarin, Kamis (31/1/2019), mene… Read More...
IHSG Masih Punya Tenaga, Mau Menguji Level 6.600Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan bulan Januari 20… Read More...
0 Response to "Ironi Aviasi RI: Dicekik Regulasi, Diancam Pasal Kartel"
Post a Comment