Namun, seandainya itu tak terjadi atau menemui jalan buntu, maka apa jadinya bagi ekonomi global?
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Nanang Hendarsah sebelum kesepakatan itu sempat memaparkan bila pembicaraan kedua tokoh sentral itu tidak mencapai kata sepakat akan memberi dampak negatif tidak baik bagi perekonomian global.
"Bila pembicaraan di Jepang terkait perang dagang di sela KTT G20 ini juga mungkin tidak tercapai kesepakatan ini akan menambah waktu yang panjang sehingga dampaknya ke global ekonomi dampaknya tidak baik," kata Nanang dalam Program Closing Band, Sabtu (29/6/2019).
Lebih lanjut, jika ekonomi global semakin melemah maka AS sendiri juga akan terpukul lantaran AS tidak bisa sendiri menjalankan perekonomian. Saat ekonomi AS melemah maka Bank Sentral The Federal Reserve (The Fed) akan semakin dovish dan diproyeksi akan menurunkan suku bunga lebih besar.
"Kalau ekonomi global semakin melemah dan tidak mungkin AS akan berjalan sendirian ekonomi. (AS) juga akan terpukul akan membuat The Fed semakin dovish dan diekspektasikan akan menurunkan suku bunga lebih besar," jabarnya.
Terkait suku bunga, kata Nanang, Gubernur The Fed Jerome Powell sempat berkomentar bahwa penurunan suku bunga tidak harus didasarkan pada poin data tertentu. Dengan begitu, kemungkinan The Fed menurunkan suku bunga masih sangat besar. Hanya besarnya yang belum diketahui.
Nanang melanjutkan, bila suku bunga The Fed pada bulan Juli menurun, termasuk suku bunga negara-negara seperti Indonesia maka akan semakin banyak dana masuk ke Indonesia.
"Bila suku bunga The Fed di Bulan Juli turun, ini akan mendorong inflow ke Indonesia dan terus berlangsung karena mereka akan lock up yield yang hari ini saja (Sabtu, 29/6/2019) sudah 7,3%. Mereka yang ingin lock up yield akan berusaha masuk ke pasar SBN kita," ungkap Nanang.
Sebagai imbas, suku bunga yang menurun akan membuat harga saham akan membuat harga menguat, kata Nanang.
Di 2019, perang dagang telah memberi dampak terhadap ekonomi global bahkan memukul ekonomi AS sendiri sehingga mengubah stand kebijakan The Fed menjadi lebih dovish. Hal ini yang mendorong arus modal balik ke emerging market. Sampai Juni 2019 dana yang masuk ke dalam negeri sebesar Rp 90 triliun.
"Berdasarkan perkembangan nilai tukar saat ini rupiah secara year-to-date (ytd) sudah menguat 1,8% dibanding tahun lalu. Bagi BI adalah stabilitasnya jadi pergerakannya bisa terjaga dengan baik." katanya.
[Gambas:Video CNBC]
(hoi/hoi)
https://ift.tt/2KKDI5n
June 30, 2019 at 04:36PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "China-AS Akhirnya Deal, Tapi Apa Jadinya Kalau Sampai Buntu?"
Post a Comment