Hingga pukul 15:30 WIB, harga minyak jenis Brent naik 0,06% ke posisi US$ 69,05/barel setelah juga menguat 0,91% pada perdagangan kemarin (1/4/2019).
Sedangkan harga minyak light sweet (WTI) naik 0,16% ke level US$ 61,69/barel setelah meroket 2,41% kemarin.
Selama sepekan, harga Brent dan WTI menguat masih-masing sebesar 1,59% dan 2,92%. Sedangkan sejak awal tahun harga keduanya juga sudah melesat dengan rata-rata sebesar 32,10%.
Berdasarkan sebuah survei yang dilakukan oleh Reuters, produksi minyak Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) pada bulan Maret merupakan yang paling rendah sejak empat tahun lalu.
Pasalnya 14 negara anggota OPEC hanya memompa minyak sebanyak 30,4 juta barel/hari sepanjang bulan Maret, atau turun 280.000 barel/hari dibanding bulan Februari.
Pengurangan produksi minyak terbesar dilakukan oleh Arab Saudi selaku pimpinan OPEC, yang mana pada bulan Maret telah memangkas produksi hingga 220.000 barel/hari dibanding bulan sebelumnya.
Sanksi yang dijatuhkan Amerika Serikat (AS) atas program nuklir Iran berpotensi membuat pasokan minyak akan semakin ketat dalam waktu dekat.
Sebagai informasi, sanksi AS atas Iran membuat negara-negara mitra AS dilarang untuk membeli minyak asal Iran. Bila dilanggar maka siap-siap menerima sanksi dari Negeri Adidaya.
Namun bulan lalu, AS sedikit melunak dengan memberi kelonggaran atas sanksi tersebut selama 90 hari, yang mana akan berakhir bulan depan.
Berdasarkan keterangan dari salah seorang pejabat senior di pemerintahan Presiden Donald Trump, AS diyakini tak akan memperpanjang waktu keringanan sanksi tersebut, seperti yang dilansir dari Reuters
Dengan begitu, pasokan minyak dari Negeri Persia akan semakin sulit untuk dilepas ke pasar.
Kali ini sentimen dari sisi permintaan pun mendukung harga minyak untuk terus menanjak.
Gairah industri manufaktur yang terlihat kembali memanas mampu membuat pelaku pasar yakin permintaan minyak tahun ini bisa terjaga.
Kemarin, Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur China versi Caixin periode Maret dibacakan pada level 50,8.
Selain merupakan yang terbaik dalam 8 bulan terakhir, angka di atas 50 juga menunjukkan adanya ekspansi di sektor manufaktur Negeri Tirai Bambu. Lagi-lagi, ini merupakan ekspansi pertama kali dalam 4 bulan.
Sama halnya dengan PMI manufaktur AS versi ISM periode Maret yang dibukukan pada angka 55,3. Meningkat dibanding bulan Februari yang hanya 54,2. Sebagai catatan, capaian pada bulan Februari merupakan yang paling rendah sejak November 2016.
Data-data tersebut mengindikasikan industri di kedua negara ekonomi terbesar tersebut mulai membaik. Apalagi sektor industri merupakan salah satu roda penggerak utama perekonomian kedua negara.
Kekhawatiran akan perlambatan ekonomi yang telah ada di kepala para investor pun bisa sedikit diredam.
"Angka PMI China menunjukkan peningkatan bulanan yang paling signifikan sejak 2012, yang seharusnya meredakan kekhawatiran tentang potensi ancaman terhadap permintaan minyak," ujar Stephen Innes, kepala perdagangan dan strategi pasar SPI Asset Management, mengutip Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/taa)
https://ift.tt/2FI9cEe
April 02, 2019 at 10:40PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Produksi OPEC Terendah Dalam 4 Tahun, Apa Kabar Harga Minyak?"
Post a Comment