
Pada pukul 20:38 WIB, pound diperdagangkan di kisaran US$ 1,3061, melemah dibandingkan penutupan perdagangan Senin (15/4/19) di level US$ 1,3096.
Office for National Statistic (ONS) melaporkan tingkat pengangguran Inggris dalam tiga bulan yang berakhir Februari sebesar 3,9% sama dengan bulan sebelumnya. Tingkat pengangguran itu merupakan yang terendah dalam 44 tahun terakhir.
Pada periode yang sama rata-rata upah naik sebesar 3,5% sama dengan kenaikan di bulan sebelumnya. Hanya klaim tunjangan pengangguran yang dirilis kurang bagus, meningkat menjadi 28.300 dari sebelumnya 26.700 klaim.
Data-data itu menunjukkan pasar tenaga kerja Inggris yang tetap kuat meski dibayangi ketidakpastian Brexit.
Pound sempat menguat pascarilis data dari ONS tersebut, namun pada akhirnya berbalik turun merespons pernyataan dari Jeremy Corbyn, pemimpin Partai Buruh yang merupakan oposisi pemerintah Inggris.
Corbyn mengatakan tidak ada kesepakatan yang dicapai antara oposisi dengan pemerintah terkait masalah pabean. Ia juga menyalahkan Partai Konservatif pimpinan Perdana Menteri Theresa May, yang bersikap keras terkait masalah perbatasan perdagangan tersebut.
Pemerintah dan oposisi Inggris kini tengah menjalin komunikasi yang intens untuk membuat proposal Brexit yang dapat diterima semua pihak.
Proposal Brexit dari PM May sebelumnya telah tiga kali ditolak Parlemen Inggris, sementara delapan proposal alternatif yang dibuat oleh parlemen juga gagal meraih suara mayoritas saat voting.
Dengan Brexit yang mendapat penundaan hingga 31 Oktober, pemerintah dan oposisi di Inggris punya waktu enam bulan untuk membuat proposal.
Masih buramnya proposal Brexit ini dikatakan menjadi satu-satunya ganjalan perekonomian Inggris oleh Bank of England. Secara fundamental ekonomi, Inggris dikatakan masih cukup kuat, bahkan lebih kuat dari proyeksi bank sentral tersebut.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
http://bit.ly/2GsdH7l
April 17, 2019 at 04:23AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Data Tenaga Kerja Inggris Gagal Dongkrak Kinerja Pound"
Post a Comment