Search

Cerita Lion Air yang Kesulitan Bayar Jasa Bandara

Jakarta, CNBC Indonesia - Maskapai penerbangan Lion Air Group sempat meminta penundaan pembayaran jasa kebandarudaraan kepada PT Angkasa Pura I (Persero) atau AP I. Langkah ini tidak dibantah pihak Lion, meski permintaan itu sudah berlangsung pada awal tahun ini.

Corporate Communications Strategic of Lion Air Group, Danang Mandala Prihantoro, mengaku, Lion Air Group meminta kepada pengelola bandar udara agar hal yang terkait dengan kewajiban pembayaran diperlakukan sama dengan operator penerbangan lainnya.


"Lion Air Group sudah menyampaikan hal tersebut secara tertulis dan resmi melalui surat kepada pengelola bandar udara," ujarnya melalui keterangan resmi, Senin (10/6/2019).

Lion Air Group meminta untuk dibuatkan termin pembayarannya pada kewajiban Januari, Februari dan Maret 2019. Dalam hal ini, Lion Air Group bersama AP I telah melakukan pertemuan resmi.


"Dan sudah menyepakati secara tertulis terkait dengan termin pembayaran kewajiban Januari, Februari, Maret 2019 dan pembayaran sudah dilaksanakan," tegas Danang.

Adapun pembayaran kewajiban April dan seterusnya dilakukan secara normal dan tidak ada penundaan.

Secara terpisah, Direktur Utama AP I Faik Fahmi mengatakan sudah ada pembahasan tentang ini dan seharusnya tidak menjadi masalah lagi.

"Itu cerita lama dan disampaikan di awal tahun 2019. Sudah diatasi oleh Lion, tapi nggak tahu kenapa sekarang dimunculkan dan jadi ramai ya? Sekarang sudah nggak masalah terkait pembayaran ke AP I," kata Faik kepada wartawan saat ditemui di kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Jakarta, Senin (10/06/2019).

Corporate Secretary AP I, Handy Heryudhitiawan, menambahkan bahwa surat dari Lion Air diterima pada awal Februari 2019. Artinya, permintaan penundaan sebenarnya bukan berlangsung baru-baru ini.

"Permohonan terkait penundaaan pembayaran kewajiban kepada AP I sudah ditindakanjuti oleh Lion Air. Sehingga penangguhan pembayaran mereka kepada kami sudah mulai diselesaikan," ujar Handy melalui keterangan tertulis, dikutip CNBC Indonesia pada Selasa (11/6/2019).

"Ke depannya mereka tetap melaksanakan kewajibannya sesuai waktunya," lanjutnya.

Dia juga menjelaskan, sesungguhnya biaya operasional bandara terhadap operasional pesawat hanya sekitar 1,5% dari total biaya. Pembayaran jasa kebandarudaraan kepada AP I meliputi sewa check-in counter, parking fee, hingga ground and baggage handling.

Handy juga tak menutup mata mengenai kondisi aviasi tanah air yang sedang menurun. Karenanya, AP I siap berkordinasi dengan pihak-pihak terkait perihal bagaimana mencari solusi terbaik bagi penerbangan nasional.

"Kami juga mempunyai program CDD - Collaborative Destination Development, terkait upaya peningkatan pax khususnya wisatawan ke suatu daerah dengan menggandeng Pemda, Kementerian Pariwisata, dsb," tandasnya.

Sederet kisah yang terungkap ini merupakan potongan potret kondisi keuangan maskapai penerbangan nasional yang berdarah-darah. Praktis, Garuda Indonesia saja yang mencatatkan keuntungan, itupun dari kerja sama WiFi dengan Mahata Aero Teknologi.

Maskapai lain, PT AirAsia Indonesia Tbk (CMPP) atau AirAsia bahkan mengalami kerugian yang mencapai Rp 1 triliun. AirAsia Indonesia memang mencatatkan kinerja kurang menggembirakan sepanjang 2018.

AirAsia mencatat rugi (sebelum pajak) sebesar Rp 998 miliar di 2018. Namun dalam laporan keuangan perusahaan yang belum diaudit, perseroan sebetulnya mencatatkan pendapatan sebesar Rp 4,20 triliun, naik 11% dibandingkan tahun 2017.

Pertumbuhan pendapatan didukung peningkatan jumlah penumpang sebesar 13% menjadi 5,2 juta, seiring dengan pertumbuhan kapasitas sebesar 16% dibandingkan tahun sebelumnya.

Beban usaha tahun lalu meningkat lebih tinggi disebabkan oleh pelemahan nilai mata uang rupiah terhadap dolar AS di sepanjang tahun dan beban avtur meningkat 53% dengan harga avtur rata-rata sebesar US$ 85 per barel. Tahun sebelumnya, harga avtur rata-rata US$ 64 per barel.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pun memutar otak untuk mencari solusi terhadap industri penerbangan tanah air yang menghadapi situasi sulit. Keuangan maskapai juga terus menjadi perhatian.

"Masih [dimonitor]. Kalau dari laporan keuangan sih. Terakhir ya, 2018 banyak yang rugi lah. Nggak ada yang untung malahan. Air Asia juga, hampir 1 T kalau nggak salah ya [kerugiannya]. Ekuitasnya negatif. Tapi karena dia kan holding ya jadi bisa disupport," kata Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub, Polana B Pramesti di kantornya, Senin (10/6/2019).

Tekanan terhadap industri penerbangan memang datang bertubi-tubi. Dari biaya avtur yang mahal, membuat tiket pun mahal. Alhasil tingkat keterisian maskapai juga tak pernah penuh. Apalagi low season di awal tahun disinyalir semakin berat dibandingkan tahun sebelumnya.

"Kita lagi melakukan apa ya, analisis kira-kira apa sih yang mereka [butuhkan]. Memang tidak ada subsidi sama sekali ya," pungkasnya. (hps/hps)

Let's block ads! (Why?)



http://bit.ly/2F27ldV

June 11, 2019 at 03:48PM

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "Cerita Lion Air yang Kesulitan Bayar Jasa Bandara"

Post a Comment

Powered by Blogger.