Kebijakan ini baginya tidak adil bagi pengusaha. Pasalnya jika harga di pasaran lebih rendah dari US$ 70 per metrik ton, maka harga yang digunakan adalah Harga Batu bara Acuan (HBA).
"Adil bagi pengguna atau masyarakat tapi bagi pengusaha sih tidak fair. Saya kira sih ini harga dikembalikan ke pasar, baru diatur mekanisme yang tepat," ungkapnya, Rabu, (11/12/2019).
![]() |
Dia menyayangkan hal ini karena jika harga tinggi pengusaha hanya bisa menjual dengan harga US$ 70 per metrik ton. Sementara jika harga murah disesuaikan dengan pasar.
"Harga tinggi rugi, harga rendah lebih rugi lagi. Ini kan akhirnya ketidakadilan yang dikeluarkan tadi. Dari sisi pelaku usaha juga dirugikan," imbuhnya.
Hendra meminta harga DMO sesuai harga pasar dikembalikan tahun depan, meski akan berdampak baik dan buruk.
Pihaknya meminta pemerintah agar lebih memperhatikan pengusaha batu bara. "Ya enggak ada kebijakan yang menyenangkan, cuma kan itung-itung sudah dua tahun kami tanda kutip dikorbankan buat ini, jadi saatnya pemerintah juga memperhatikan kelangsungan batu bara," pintanya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono menerangkan DMO batu bara saat ini masih dievaluasi. Namun yang pasti DMO batu bara 2019 sebesar 25% masih tetap.
"Harga lagi dievaluasi, ya ini [US$ 70] lagi dibahas supaya keputusannya balance dengan siapa pun. Masih di level evaluasi enggak bisa nyebutin," paparnya.
Apa kata pengusaha soal kepastian PKP2B?
https://ift.tt/2RIBfLf
December 12, 2019 at 04:19PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Harga Jual Batu Bara DMO Diminta Kaji Lagi, Kemurahan?"
Post a Comment