Pada pukul 8:12 WIB, yen diperdagangkan di level 106,84/US$ atau menguat 0,06% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Dalam 3 hari terakhir, yen sudah menguat 1,08%.
Serangkaian data buruk dari AS memicu kecemasan akan terjadinya resesi di negeri Paman Sam dalam waktu dekat. Akibatnya investor mengalihkan modalnya ke aset aman (safe haven) dan yen menjadi mata uang yang paling diincar. Sejarah menunjukkan yen selalu menguat setiap kali terjadi masalah ekonomi maupun gejolak geopolitik.
Data terbaru dari Institute fo Supply Management (ISM) Kamis menunjukkan angka Purchasing Managers' Index (PMI) sektor jasa melambat menjadi 52,6 di bulan September, dari sebelumnya 56,4.
Sebelumnya pada hari Selasa lalu ISM melaporkan angka PMI manufaktur AS periode September berada di 47,8. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 49,1.
Indeks ini menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawah 50 artinya kontraksi yakni aktivitas sektor manufaktur semakin menyusut, sementara di atas 50 berarti ekspansi atau peningkatan aktivitas.
Kontraksi yang dialami sektor manufaktur AS di bulan September tersebut merupakan yang terdalam sejak satu dekade terakhir, tepatnya sejak Juni 2009 ketika resesi AS 2007-2009 berakhir.
Rabu kemarin giliran Automatic Data Processing Inc (ADP) melaporkan pelemahan pasar tenaga kerja AS. Sepanjang bulan September ekonomi AS dilaporkan menyerap 135.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian. Data tersebut lebih rendah dari bulan Agustus sebanyak 157.000 tenaga kerja.
Serangkaian data tersebut diperparah dengan potensi terjadinya perang dagang Uni Eropa setelah AS memenangi gugatan di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengenai masalah subsidi yang diberikan Uni Eropa kepada Airbus.
Kantor Perwakilan Dagang AS Rabu kemarin merilis daftar yang akan dikenakan bea impor mulai dari pesawat terbang sebesar 10% hingga berbagai jenis makanan dan produk tekstil senilai 25% yang mulai berlaku efektif pada 18 Oktober.
Belum diketahui sejauh apa Uni Eropa akan melawan perang bea impor Paman Sam, mengingat kondisi perekonomian Benua Biru sedang memburuk. Tetapi jika sampai terjadi perang dagang lagi, ini berarti AS akan dikeroyok China dan Uni Eropa.
Melihat kondisi saat ini, sang negara Adikuasa kini dikatakan sudah mengalami semi resesi.
"Sementara investor berdebat apakah kita memasuki resesi, kami percaya (dengan) latar belakang lebih baik (saat ini) digambarkan sebagai semi-resesi," kata Kepala Strategis Ekuitas di Credit Suisse AS Jonathan Golub sebagaimana ditulis CNBC International.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/tas)https://ift.tt/2IlkyA5
October 04, 2019 at 03:21PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Gara-gara Semi Resesi AS, Yen Jadi Mata Uang Paling Seksi"
Post a Comment