Search

Profit Taking dan No Deal Brexit Bebani Langkah Rupiah

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Faktor eksternal dan domestik memang kurang mendukung bagi mata uang Tanah Air.

Pada Rabu (18/12/2019), US$ 1 dihargai Rp 13.990 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah 0,04% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan penguatan 0,11% di hadapan dolar AS. Penguatan rupiah akhir-akhir ini memang agak kencang.


Dalam sebulan terakhir, rupiah telah menguat 0,8% terhadap greenback. Sejak akhir tahun lalu, apresiasi rupiah mencapai 2,71%.
Oleh karena itu, tentu akan ada saat-saat di mana rupiah mengalami koreksi teknikal karena penguatannya yang sudah signifikan. Koreksi ini wajar, bahkan sehat, sebab jika rupiah menguat terus maka yang tercipta adalah penggelembungan nilai aset (asset bubble).

Investor juga sedang dalam masa penantian karena hari ini Bank Indonesia (BI) mulai menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi Desember 2019. Suku bunga acuan akan diumumkan esok hari, di mana konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate bertahan di 5%.


Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas, mengatakan memang ada godaan bagi BI untuk menurunkan suku bunga acuan. Misalnya, inflasi domestik yang relatif rendah.

Pada November, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi domestik sebesar 3% year-on-year (YoY). BI memperkirakan inflasi sepanjang 2019 berada di kisaran 3,1%.

"Bagi BI, godaan untuk menurunkan suku bunga acuan juga bisa datang dari keinginan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Apalagi ada perkembangan positif, di mana terjadi deeskalasi perang dagang AS-China," sebut Satria dalam risetnya.

Akan tetapi, lanjut Satria, ada risiko kalau BI menuruti godaan tersebut. Pasalnya, ada kemungkinan inflasi 2020 bakal terakselerasi.

Sebagai informasi, tahun depan pemerintah mulai menaikkan sejumlah tarif mulai dari cukai rokok, jalan tol, sampai iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BJPS) Kesehatan. Hasilnya, akan ada tekanan inflasi terutama di sisi harga-harga yang diatur pemerintah (administered prices).

"Oleh karena itu, kami memperkirakan BI akan menunggu sampai dampak dari penurunan suku bunga acuan dan Giro Wajib Minimum (GWM) benar-benar terasa di perekonomian sebelum kembli mengeksekusi penurunan suku bunga acuan tahun depan," sebut Satria.



Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/2ErZIgb

December 18, 2019 at 03:28PM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Profit Taking dan No Deal Brexit Bebani Langkah Rupiah"

Post a Comment

Powered by Blogger.