Hasilnya, dari perhitungan pada Senin pagi, kandidat yang pro demokrasi dikabarkan memenangkan Pemilu. Mereka memperoleh mayoritas suara dengan meraih 333 dari total 425 kursi yang diperebutkan. Sedangkan pro China hanya memenangkan 52 kursi.
Namun, para analis mengatakan bahwa hasil ini tidak menunjukkan bahwa akan mudah bagi Hong Kong untuk lepas dari 'cengkeraman' China meski hasil pemilu menunjukkan banyak dukungan bagi kebebasan Hong Kong.
"Sangat jelas bahwa orang-orang tidak senang dengan pemerintah, jadi mereka mencoba untuk mendukung kamp pro-demokrasi dalam pemilihan ini," kata Alfred Wu, profesor di Sekolah Kebijakan Publik Lee Kuan Yew di Singapura.
"Akar penyebab masalah Hong Kong masih ada, terutama (karena) Beijing sangat tegas tentang situasi Hong Kong," tambah Wu dalam acara 'Capital Connection' CNBC International.
"Juga, banyak anak muda sangat aktif secara politik," lanjutnya.
"Mereka ingin (pemerintah) membuat perubahan, tetapi sayangnya selama beberapa bulan terakhir, (pemerintah) masih mengadopsi aturan sebelumnya sehingga sulit untuk mengatakan itu akan memiliki perubahan dramatis dalam waktu dekat."
Mengutip Reuters, jumlah pendukung demokrasi tahun ini meningkat pesat dibandingkan hasil pemilu empat tahun lalu, yang hanya memperoleh 100 kursi.
Menurut kantor Kepala Eksekutif Carrie Lam, sekitar 2,94 juta pemilih terdaftar memberikan suara mereka dalam pemilihan dewan distrik pada hari Minggu. Jumlah pemilih itu sekitar 71,2% dari total keseluruhan dan hampir dua kali lipat dari jumlah pada pemilihan empat tahun lalu.
Demo Hong kong sudah terjadi enam bulan. Demo yang diawali penolakan akan RUU Ekstradisi ini berujung pada permintaan demokratisasi yang meruncing ke pembebasan diri dari China.
Hong Kong menjadi bagian China sejak 1997. Sebelumnya, ia merupakan koloni Inggris.
(sef/sef)https://ift.tt/37BSe7n
November 26, 2019 at 03:38PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pro-Demokrasi Menang, Mungkinkah Hong Kong 'Bebas' dari China"
Post a Comment