Search

Cuan Emas Hampir 14%, Masih Bisa Naik Lebih Tinggi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia pada akhir pekan lalu bertengger di level US$ 1.470/troy ounce (Oz), terkoreksi dalam beberapa dua pekan terakhir dari level US$ 1.500/Oz. Namun jika dihitung secara year to date (Januari-November 2019), berdasarkan perhitungan Reuters emas sudah memberikan keuntungan 13,7%.

Level harga emas penutupan tertinggi yang pernah tercatat US$ 1.900/Oz pada 22 Agustus 2011 dan terus beranjak naik hingga US$ 1.923/Oz pada 6 September 2011. Namun pada Desember 2011 harga emas mulai turun dan secara keseluruhan tahun itu, harga emas tercatat hanya naik 10,2%.


Kenaikan tertinggi dalam setahun pernah tejadi pada 1979, dimana harga emas melesat hingga 136,2%. Lonjakan kenaikan terbesar kedua terjadi pada 2017 yang naik 31,2% dan kenaikan terbesar kedua pada 2010 sebesar 29,5%.

Cuan 13,7% tidak buruk kan? Tidak buruk, tetapi kalau mau untung lebih besar mungkin Anda bisa mempertimbangkan untuk menempatkan dana di instrumen lain.
Foto: CNBC Indonesia

Ternyata aset dengan keuntungan tertinggi sejak awal tahun adalah dari saham, dimana indeks S&P 500. Secara year-to-date, S&P 500 menguat 28,1%. Jauh membaik dibandingkan periode yang sama pada 2018 yang hanya naik 4,4%.


Di peringkat kedua ada MSCI Developed Equities. Ini adalah indeks yang merangkum saham-saham terbaik dari emiten negara maju.

Sejak awal tahun, MSCI Developed Equities tumbuh 22,8%. Pada Januari-November 2018, indeks ini malah minus 1,7%.

Lalu di peringkat ketiga ada MSCI All Country Stock. Indeks ini lebih umum, mengumpulkan saham-saham terbaik dari seluruh negara.

Sepanjang Januari-November tahun ini, MSCI All Country Stock naik 20,6%. Padahal dalam periode yang sama tahun sebelumnya, indeks ini terkoreksi 4,8%.

Bahkan minyak pun memberikan keuntungan yang lebih tinggi ketimbang emas. Pada Januari-November 2019, harga minyak jenis brent naik 18,7%. Jauh membaik dibandingkan Januari-November 2018 yang anjlok 12,1%.

Jadi, apakah Anda sudah siap berburu cuan yang lebih besar?

Minat pelaku pasar terhadap emas meningkat karena rendahnya risk appetite. Investor memilih bermain aman akibat hubungan AS-China yang merenggang. Pekan lalu, Presiden AS Donald Trump menandatangani Undang-undang (UU) penegakan demokrasi dan hak asasi manusia di Hong Kong.

"Saya meneken UU ini sebagai bentuk respek kepada Presiden Xi (Jinping), China, dan rakyat Hong Kong. UU ini disahkan dengan harapan pemimpin dan perwakilan China di Hong Kong dapat mengatasi perbedaan serta menciptakan perdamaian dan kemakmuran bagi semua," kata Trump melalui keterangan tertulis.

Seperti diduga, China pun murka. Kementerian Luar Negeri China menegaskan Beijing pasti akan melakukan 'serangan balasan'.

"Anda lihat saja. Apa yang akan terjadi, terjadilah," tegas Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, seperti dikutip dari Reuters.

Kemesraan AS-China yang memudar membuat prospek damai dagang menjadi samar-samar. Kalau sampai kesepakatan dagang Fase I gagal dan api perang dagang kembali berkobar, maka rantai pasok global tidak akan pulih bahkan semakin parah. Perlambatan ekonomi bahkan resesi akan menjadi berita yang datang bertubi-tubi.

Ini tentu membuat investor enggan masuk ke instrumen-instrumen berisiko. Safe haven seperti emas menjadi salah satu pilihan utama.

Akan tetapi, penguatan harga emas tidak bisa terlalu tinggi karena terbentur keperkasaan dolar AS. Dalam sebulan terakhir, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,63%.

Penguatan dolar AS disebabkan oleh data ekonomi AS yang ciamik. US Census Bureau melaporkan angka pembacaan kedua pertumbuhan ekonomi AS adalah 2,1% secara kuartalan yang disetahunkan (annualized). Lebih baik dibandingkan pembacaan pertama yaitu 1,9% dan kuartal sebelumnya yang sebesar 2%.

Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) cabang Atlanta pun mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2019 dari 0,4% menjadi menjadi 1,7%. "Setelah rilis data ini, perkiraan untuk pertumbuhan konsumsi dan investasi berubah dari 1,7% dan -3% menjadi 2% dan -1,7%. Sementara kontribusi net ekspor ke pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) naik dari -0,2 poin persentase menjadi 0,39 poin persentase," sebut The Fed Atlanta dalam keterangan tertulis.

Belum lagi pemesanan produk tahan lama (durable goods) buatan AS naik 0,6% month-on-month pada Oktober. Membaik dibandingkan September yang turun 1,4%.

Data-data ini mendukung perkiraan pasar bahwa The Fed akan menghentikan siklus penurunan suku bunga acuan untuk sementara waktu. Mengutip CME Fedwatch, kans Federal Funds Rate bertahan di 1,5-1,75% dalam rapat The Fed 11 Desember mencapai 95,6%.

Tanpa penurunan suku bunga, setidaknya dalam waktu dekat, berinvestasi di dolar AS (terutama di aset-aset berpendapatan tetap seperti obligasi) masih akan menguntungkan. Permintaan dolar AS meningkat dan nilainya pun menguat.

Harga emas dan kurs dolar AS punya hubungan terbalik. Penguatan dolar AS justru membuat harga emas tertekan.

Sebab, emas adalah komoditas yang dibanderol dengan dolar AS. Jadi kala dolar AS terapresiasi, maka harga emas menjadi mahal bagi investor yang memegang mata uang lain. Permintaan emas pun turun sehingga harga sulit naik signifikan.

(hps/hps)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/2sApQCM

December 02, 2019 at 02:09PM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Cuan Emas Hampir 14%, Masih Bisa Naik Lebih Tinggi?"

Post a Comment

Powered by Blogger.