Search

Terungkap! 2018: Belanja Rumah Naik, Konsumsi Makanan Turun

Jakarta, CNBC IndonesiaDBS Group Research Indonesia merilis riset pengeluaran atau konsumsi masyarakat Indonesia hasil perbandingan periode 2018 dan 2010.

Berdasarkan atas rata-rata pengeluaran per kapita bulanan Indonesia pada 2010, DBS mencatat bahwa orang Indonesia mengkonsumsi lebih banyak makanan (51,4% dari total belanja) dibandingkan dengan non-makanan (48,6%).

Khusus untuk kategori makanan, orang Indonesia menghabiskan sebagian besar pendapatan untuk Makanan dan Minuman (12,8%), Sereal (8,9%), serta Rokok dan Tembakau (5,3%).
Di kategori non-makanan, orang Indonesia menghabiskan sebagian besar pendapatan untuk Fasilitas Rumah Tangga (24,6%), Barang dan Jasa (12,5%), dan Barang Tahan Lama (5,1%).


Menariknya pada 2018, proporsinya berubah. DBS mencatat bahwa kategori makanan (tidak termasuk Makanan dan Minuman Siap Saji) dan kategori pakaian menyumbang persentase lebih kecil, yaitu 35,6%, dibandingkan dengan pada 2008, yang sebesar 42,1%.


"Pada keranjang konsumsi makanan, proporsi yang dihabiskan untuk sebagian besar produk makanan menurun," tulis Maynard Arif, dari riset DBS Group Research - Indonesia, dikutip CNBC Indonesia, Selasa (10/12/2019).

Pengeluaran untuk Sereal turun terbesar, yaitu 2,9 ppt (persentase poin), selama 8 tahun sejak 2010. Proporsi yang dihabiskan untuk tiga bahan makanan meningkat: Buah (+0,3 ppt), Daging (+0,2 ppt), serta Rokok dan Tembakau (+0,7 ppt).

"Angka-angka ini sesuai dengan pandangan bahwa pertumbuhan pendapatan menyebabkan pergeseran dalam pola konsumsi setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Yang menarik dalam hal ini, Makanan dan Minuman Siap Saji mencatat peningkatan tertinggi dalam proporsi pengeluaran (+5,4ppt). Hal ini dapat dikaitkan dengan makan di luar, serta makanan dan minuman dalam kemasan," katanya.


DBS mengungkapkan, pengeluaran untuk konsumsi Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga sebagai persentase dari konsumsi pribadi meningkat sebesar 0,7 ppt.

"Kami yakin hal ini disebabkan oleh peningkatan urbanisasi dan keinginan lebih besar untuk memperbaiki kondisi hidup," katanya.

Pengeluaran proporsional untuk konsumsi lain (Non-makanan) meningkat sebesar 1,8 ppt, mencakup Pajak dan Asuransi (+1,2 ppt), serta perayaan dan pesta (+0,6 ppt). Secara keseluruhan, tulis DSB, hal di atas ikut menyebabkan pergeseran keranjang konsumsi ke non-makanan (50,5%), dibandingkan dengan pengeluaran makanan (49,5%) pada 2018.

Foto: Riset DBS Group


Prediksi 2030
"Kami mencoba membuat beberapa perkiraan tentang keranjang konsumsi masa depan. Kami membuat asumsi tentang pertumbuhan PDB Indonesia, dan persentase pengeluaran pribadi rumah tangga terkait dengan pertumbuhan PDB. Setelah itu, kami merujuk kepada perubahan dalam keranjang konsumsi yang dialami oleh Malaysia dan Thailand selama periode pertumbuhan pendapatan serupa."

DBS memproyeksikan pada 2030 pengeluaran untuk makanan (tidak termasuk Makanan dan Minuman Siap Saji) dan pakaian menyusut menjadi sekitar sepertiga dari rata-rata pengeluaran bulanan (29,3%).

Ini sejalan dengan kecenderungan yang diamati di negara-negara, seperti, China, Thailand dan Malaysia, meskipun pada tingkat berbeda-beda.

Untuk kategori makanan, DBS meramalkan kecenderungan pengeluaran lebih tinggi berlanjut untuk:

(i) Makanan dan Minuman Siap Saji, didorong oleh perubahan gaya hidup (lebih banyak orang makan di luar), peningkatan pendapatan, dan urbanisasi, yang mendorong permintaan untuk kenyamanan dan makanan dan minuman dalam kemasan.

(ii) Daging, sejalan dengan peningkatan pendapatan.

(iii) Sayuran dan Buah-buahan sejalan dengan peningkatan kesadaran masyarakat tentang kesehatan.

"Sementara itu, untuk kategori non-makanan, kami memperkirakan bahwa ke depan, Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga, serta Barang dan Jasa juga dapat mencatat pertumbuhan lebih tinggi."


DBS juga memproyeksikan bahwa Fasilitas Perumahan dan Rumah Tangga akan mencapai US$ 304 miliar, naik dari US$ 161 miliar, mencatatkan pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) sebesar 5,4% (periode perkiraan 2018-2030), yang merupakan komponen terbesar dalam konsumsi belanja pribadi.

Ini diikuti oleh pengeluaran Makanan (tidak termasuk Makanan dan Minuman kemasan) sebesar US$ 248 miliar, Makanan dan Minuman kemasan sebesar US$ 218 miliar, dan Barang dan Layanan sebesar US$ 170 miliar, mencatatkan CAGR masing-masing sebesar 3,1%, 6,1%, dan 6,6%, berkat peningkatan pendapatan, urbanisasi, perubahan gaya hidup, dan peningkatan teknologi.

"Mengingat luasnya kepulauan Indonesia, yang terdiri atas 34 provinsi dengan beragam pendapatan, penggerak ekonomi dan pola hidup, wajar jika keranjang konsumsi di satu provinsi berbeda dari provinsi lain. Dalam hal ini, DKI Jakarta, dengan pendapatan per kapita PDB jauh lebih tinggi, sangat berbeda dari semua daerah lain di Indonesia."

Ini cara pusat perbelanjaan dorong penjualan

[Gambas:Video CNBC]

 

(tas/hps)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/2RC5UcY

December 10, 2019 at 04:21PM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Terungkap! 2018: Belanja Rumah Naik, Konsumsi Makanan Turun"

Post a Comment

Powered by Blogger.