Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia, buka suara terkait hal ini. Ia mengatakan Indonesia sebagai eksportir terbesar harus memperhatikan kepentingan negara lain.
Hendra mencontohkan Malaysia, Vietnam, Jepang, dan Korea negara sahabat yang menjadi importir batu bara. Impor batu bara yang mereka lakukan untuk memenuhi kebutuhan listrik ke depan.
"Ilustrasi misal Vietnam 2020 impor batu bara kita, itu pembangkit listrik kan bisa sampai 20-30 tahun. Dia berharap sampai 2045 atau 2050 masih mendapat pasokan ekspor," ujarnya saat dihubungi CNBC Indonesia, akhir pekan lalu.
Tidak hanya itu, larangan ekspor semestinya juga mempertimbangkan penerimaan negara dan kepentingan daerah. Karena bisa jadi ada sebagian daerah yang mengandalkan ekspor batu bara untuk menggerakkan perekonomian.
Terkait dampaknya ke defisit Hendra tidak mau memberikan komentar. Karena menurutnya pemerintah sudah punya pertimbangan sendiri.
"Nah itu pemerintah yang lebih tahu kita nggak akan mengomentari (defisit)," imbuhnya.
Jika pemerintah benar-benar sudah menerapkan larangan, sebagai kontraktor pihaknya hanya bisa mengikuti kewenangan tersebut. Pemerintah belum memastikan kapan larangan tersebut akan dimulai, namun Hendra memperkirakan maksud pemerintah melarang ekspor batubara berlandaskan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
Di dalam RUEN disebutkan ekspor batu bara akan dikurangi secara bertahap paling lambat tahun 2046. "Memang 2046, pernyataan presiden ini belum spesifik melarang ya. Mungkin kami berandai-andai statement presiden merujuk ke RUEN," imbuhnya.
Pada tahun 2046 menurutnya kebutuhan batu bara domestik akan maksimal, sehingga sesuai RUEN batu bara diprioritaskan untuk modal pembangunan. Dampaknya ekspor tidak diperlukan lagi, seiring dengan peningkatan kebutuhan.
"Suatu waktu jika penggunaan batu bara dalam negeri terus meningkat ya tentu ekspor tidak diperkenankan karena ada ruennya. Tapi statement presiden tidak ada waktunya kapan," jelasnya.
Asal tahu saja, presiden gencar mendorong hilirisasi pertambangan. Setelah ekspor nikel raw material di tahun ini hingga berdampak luar biasa pada pasar, Jokowi juga berencana melarang ekspor bauksit dan batu bara.
Menurut Jokowi selama ini komoditas tambang diekspor mentah-metah sehingga tidak menghasilkan nilai tambah bagi Indonesia.
"Bauksit, batu bara kita ekspor berapa juta ton. Ekspor mentahan raw material semuanya," kata Jokowi, dalam membuka Musrembang di istana negara, awal pekan lalu.
Jokowi menginginkan agar komoditas tambang ini diubah dulu menjadi barang setengah jadi atau barang jadi sebelum diekspor.
"Target saya 3 tahun ini setop. Ini hal-hal yang harus saya sampaikan. Daerah tolong dibantu perizinan, kalau ini terjadi tidak ada defisit transaksi berjalan lagi. Gol kita ke sana," jelasnya.
Selain komoditas tambang yang diekspor dalam bentuk mentah, Jokowi juga kesal soal impor migas. Menurutnya dalam sehari Indonesia impor migas sekitar 700 ribu-800 ribu barel.
"Betul Pak Menteri? Kurang lebih ya, per hari. Jangan mikir per tahun. Baik itu, minyak baik itu gas. Dan ada turunan Petrokimia," tutur Jokowi.
Tingginya impor migas berdampak pada defisit neraca perdagangan Indonesia yang tidak kunjung beres selama bertahun-tahun. Padahal gas atau LPG menurutnya tidak perlu impor, karena bisa dihasilkan dari batu bara.
"Gas ini batu bara bisa disubstitusi menjadi gas, sehingga nggak perlu impor LPG. Karena bisa dibuat dari batu bara kita yang melimpah, kok kita impor," tegasnya.
(sef/sef)
https://ift.tt/2PRfebN
December 24, 2019 at 03:53PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Apa yang Terjadi Jika Jokowi Hentikan Ekspor Batu Bara RI?"
Post a Comment