Search

Diramal ke US$ 1.600/Oz, Harga Emas Ogah Turun dan Susah Naik

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada perdagangan pagi hari ini, emas ditransaksikan cenderung flat. Harga emas tak jauh berbeda dengan penutupan perdagangan kemarin.

Rabu (18/12/2019), harga emas di pasar spot berada di US$ 1.475,9/troy ons atau melemah tipis 0,04% cenderung flat. Sejak awal pekan ini harga emas memang seolah tak beranjak dari posisinya sekarang di US$ 1.475/troy ons.


Emas merupakan aset minim risiko (safe haven) yang diburu ketika kondisi ekonomi dan politik global bergejolak. Perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia yaitu Amerika dan China telah membuat harga emas naik hingga 15% dalam setahun.

Namun pekan lalu, Washington dan Beijing mengumumkan bahwa kesepakatan dagang fase satu telah tercapai. Presiden AS ke-45 Donald Trump mengatakan bea masuk importasi produk China yang seharusnya berlaku pada 15 Desember resmi dibatalkan.


Sementara itu, China sepakat akan mengimpor produk dan jasa Amerika senilai US$ 200 miliar dalam dua tahun ke depan. Beijing berkomitmen akan membeli produk pertanian AS tambahan hingga US$ 32 miliar dalam dua tahun.

Artinya Negeri Panda akan membeli produk pertanian AS seperti gandum, jagung dan padi serta produk lain senilai US$ 16 miliar dalam setahun.

Kabar tersebut sebenarnya merupakan kabar buruk bagi logam mulia ini. Namun emas seolah tahan tekanan. Baru-baru ini tiga lembaga perbankan global yakni Goldman Sachs, UBS dan Citigroup bahkan memprediksi harga emas masih mungkin menguat tahun depan.

Goldman Sachs meramal harga emas akan tembus ke level US$ 1.600/troy ons karena ketika perekonomian global bangkit maka yang terjadi adalah penguatan mata uang utama lain terhadap dolar AS. Goldman memprediksi mata uang negara berkembang akan menguat melawan dolar.

Ketika mata uang lain menguat di hadapan dolar, maka harga emas menjadi lebih menarik untuk dibeli. Pasalnya harga emas dibanderol dalam mata uang dolar AS, sehingga jika dolar melemah maka harga emas cenderung menjadi lebih murah.

[Gambas:Video CNBC]


UBS Group juga meramalkan hal yang sama. UBS mengatakan adanya pemilu AS tahun 2020 dapat memicu terjadinya volatilitas di pasar keuangan. Hal itu diakibatkan karena perilaku Presiden AS Donald Trump yang sering berubah-ubah dan membuat ketidakpastian.

Mengutip Bloomberg, Direktur Citigroup Akash Doshi mengatakan peluang The Fed menaikkan suku bunga di tahun depan kecil, pertumbuhan ekonomi global masih akan menurun, inflasi masih lemah dan perang dagang sepertinya masih akan berlangsung.

 Oleh karena itu The Fed kemungkinan memangkas suku bunga di tahun depan.

Pemangkasan suku bunga tentunya akan berdampak positif bagi emas. Doshi memprediksi harga rata-rata emas dunia berada di level US$ 1.575/troy ons, dan berpotensi ke atas US$ 1.600/troy ons di akhir 2020.

Lagipula detail terkait perjanjian dagang fase pertama masih belum diketahui. Selain itu yang lebih penting adalah dampaknya terhadap perekonomian juga perlu dicermati. Inilah yang membuat harga emas masih berada di posisi yang tinggi seperti saat ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/2Z0j8SP

December 18, 2019 at 04:29PM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Diramal ke US$ 1.600/Oz, Harga Emas Ogah Turun dan Susah Naik"

Post a Comment

Powered by Blogger.