Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Nanang Hendarsah mengatakan koreksi rupiah adalah hal yang wajar mengingat nilai tukar rupiah ditentukan oleh supply dan demand. Dengan demikian fluktuasi nilai tukar tak terhindarkan.
Namun dia menegaskan stabilitas nilai tukar rupiah tahun ini akan lebih baik dari tahun sebelumnya.
"Kurs jangan dilihat dari hari ke hari, karena ditentukan supply-demand. Jadi bisa saja tiga hari menguat, satu hari melemah. Itu sebuah koreksi yang sehat. Tapi secara fundamental stabilitas di 2019 lebih baik," jelasnya usai memberikan paparan dalam pelatihan wartawan di JW Marriott Yogyakarta, Sabtu (23/3/2019).
Foto: Nanang Hendarsah (Dok Bank Indonesia)
|
Menurut dia, setidaknya ada dua hal yang meyakinkan terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah. Pertama, faktor ketidakpastian global yang mulai berkurang. Kedua, adanya intervensi Bank Indonesia di pasar spot.
Nanang menjelaskan, selama tahun 2018 terdapat tiga faktor global yang menekan nilai tukar rupiah. Ketiga faktor tersebut yakni kebijakan bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed) yang menaikkan suku bunga enam kali atau 100 basis poin (bps), perang dagang antara AS-China, keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau Brexit.
Namun tahun ini, tegasnya, satu dari tiga faktor global yang menekan rupiah itu mulai menemukan titik terang.
"Dari tiga faktor ini, setidaknya di tahun 2019 ini satu hal sudah lebih jelas. Seperti hasil FOMC [The Federal Open Market Committee] di tanggal 21 Maret, memberi sinyal semakin jelas bahwa The Fed tidak akan menaikkan suku bunga, setidaknya untuk tahun 2019 ini," katanya.
"Artinya, satu faktor global itu sudah jelas akan memberikan dukungan terhadap stabilitas rupiah." </span></span></span>Inilah salah satu alasan mengapa BI optimistis nilai tukar rupiah masih bisa menguat.
Terkait dengan intervensi pasar spot, Nanang menjelaskan, BI juga akan menerapkan instrumen DNDF (Domestic Non-Deliverable Forward) tahun ini.
Transaksi DNDF yaitu transaksi derivatif valuta asing (valas) terhadap rupiah yang standar (plain vanilla) berupa transaksi forward dengan mekanisme fixing (mekanisme penyelesaian transaksi tanpa pergerakan dana pokok) yang dilakukan di pasar domestik.
"Instrumen DNDF memang masih perlu upaya pendalaman, pengembangan, tapi sangat membantu dalam mendukung kestabilan nilai tukar rupiah," kata Nanang.
Menurut dia, selama ini kurs spot dalam negeri banyak dipengaruhi kurs NDF di offshore [luar negeri]. "Setidaknya dengan operasi moneter DNDF di BI, melalui lelang pukul 08.30, dengan kurs yang fix, kemudian dilanjutkan supply ke market sampai ditutup pukul 16.00, itu menyebabkan kurs DNDF kita menjadi diacu oleh kurs NDF offshore, sehingga dampaknya terhadap spot tidak terlalu besar lagi," jelasnya.
Nanang juga mengatakan, jika nilai tukar rupiah menguat, BI akan membiarkannya berjalan sesuai mekanisme pasar. Pasalnya, nilai tukar rupiah saat ini masih undervalue.
Selain itu, katanya, pasar saat ini dapat dikatakan lebih 'luwes', dapat mengkoreksi dan otomatis menyuplai valas tanpa diintervensi.
Dengan demikian bagi BI yang terpenting adalah stabilitas rupiah. Jika rupiah akan menguat, BI akan membiarkan sesuai dengan mekanisme pasar dan rupiah bisa menguat. "Karena sebagaimana disebutkan berkali-kali rupiah masih undervalue. Jadi BI akan memberikan ruang kalau rupiah menguat akan dibiarkan menguat."
"Tapi yang penting juga adalah pasarnya semakin likuid. Kalau rupiah melemah, muncul eksportir menjual, kemudian selalu masuk arus dana asing dengan menyuplai valas. Begitu kurs melemah [misal] Rp 14.300 per US$ 1, tanpa diintervensi pasar mengkoreksi sendiri, banyak yang menyuplai, tidak seperti tahun 2018, pasarnya semakin berimbang," kata Nanang.
https://ift.tt/2HBwWgJ
March 25, 2019 at 03:19PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Tenang! BI Siapkan Strategi Ini Demi Tenangkan Rupiah"
Post a Comment