Kemudian, Amanda melihat ada beberapa tanaman yang tinggi dari sisi nilai, tapi sulit tembus dalam penjualan. Berangkat dari hal ini, Amanda akhirnya mencoba melahirkan bisnis produk makanan terutama sayur dan buah-buahan organik yang dinamai Sayurbox.
Bisnis itu juga dilatarbelakangi dari keinginan memiliki gaya hidup sehat. Hal lain yang tak kalah penting adalah dia ingin membantu para petani mendistribusikan hasil panennya.
CFO Sayurbox Arif Zamani mengatakan Sayurbox didirikan pada 2016 dalam bentuk aplikasi. Menurutnya, bisnis itu didasari oleh pemikiran panjangnya mata rantai produk pertanian ke konsumen. Akibatnya harga untuk konsumen tinggi, sedangkan petani pendapatannya malah kecil.
"Aplikasi ini diluncurkan pada Juli 2016 lalu berawal dari founder kami (Amanda Susanti) yang melihat hasil panen yang tidak tembus padahal memiliki value tinggi. Ini juga sekaligus ingin membantu para petani dengan menghubungkan antara pasar dengan petani lewat teknologi digital," kata Arif kepada CNBC Indonesia, beberapa waktu lalu.
Berbicara konsep bisnis, Sayurbox menerapkan fresh produce platform dan berfokus memotong rantai distribusi. Para konsumen yang ingin memesan memiliki waktu tertentu setidaknya dua hari sebelumnya agar sayuran atau buah-buahan dikirim dalam keadaan segar.
Saat ini terhitung sudah ada ratusan petani yang bermitra di Sayurbox dari berbagai daerah. Para petani bisa memberikan info tentang hasil panen ke dalam platform digital Sayurbox dan nantinya akan dibantu didistribusikan ke konsumen.
"Orang bisa pesan Sabtu, Minggu atau Senin. Jadi kita beli dari petani dan memberikan harga yang layak untuk mereka. Intinya kita membuat fresh produce ini sesuai visi kita available ke semua orang di Indonesia. Jadi dari petani langsung ke konsumen," ucap dia.
Adapun manfaat yang didapatkan para petani yang bermitra adalah mereka akan dimudahkan dalam pendistribusian langsung ke konsumen. Para petani juga akan diedukasi dan semua sistem penjualan diterapkan secara transparansi.
"Alasan kami kenapa enggak memilih ritel karena kita ingin message handle press produce dan ini susah-susah gampang. Kalau tidak match resiko inventory nya tinggi. Market ritel itu maunya consigment sedangkan petani maunya terserap," kata dia.
Untuk para konsumen saat ini tidak dibatasi dalam pemesanan apapun. Namun, jika mereka berbelanja di bawah Rp 100 ribu akan dikenakan biaya pengantaran sebesar Rp 20 ribu.
Untuk harga yang ditawarkan pun mulai dari Rp 3 ribu hingga Rp 35 ribu untuk buah-buahan. Harga ini tentu lebih rumah dari pada supermarket dan sedikit lebih mahal bila dibandingkan pasar tradisional.
Foto: @sayurbox
|
Ekspansi bisnis
Telah memiliki puluhan ribu pelanggan, Sayurbox mulai berekspansi ke Bogor untuk membangun gudang baru. Bisnis ini juga akan merapihkan dan fokus kepada infrastruktur dan bisnis model.
Rata-rata para pembelinya dari media sosial 50 persen wanita di usia 23-35 tahun tapi ada juga pria. Per hari mereka mengirimkan kapasitas antara 1.000-5.000 pengiriman.
"Fokus saat ini pertama infrastruktur karena online dan akan ekspansi untuk kita benahi bisnis model. Tahun 2017 kami punya warehouse di Warung Jati, Jakarta, sekarang ekspansi ke Bogor," kata dia.
Untuk omzet, Arif mengaku bahwa terhitung dari 2016 pertumbuhannya cukup positif. Untuk Year on Year (YoY) sudah mencapai double digit
"Awal-awal kita cuma bisa maintenance grup tani yang dulu transaksi Rp 1 juta sekarang Rp 10 juta dengan volume bertambah," kata dia.
Simak video terkait Bagas Suratman di bawah ini.
(miq/miq)
https://ift.tt/2Y2YyAb
March 17, 2019 at 11:15PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Teknologi Digital Demi Makmurkan Petani Pinggiran Jakarta"
Post a Comment