Search

Terkerek Sentimen Global, Obligasi Pemerintah Terus Menguat

Jakarta, CNBC Indonesia - Sempat melemah pada pembukaan di pagi hari tadi, harga obligasi rupiah pemerintah tercatat menguat pada penutupan perdagangan hari Selasa (19/3/2019).

Menguatnya harga obligasi pada hari ini disebabkan oleh sentimen global yang menguntungkan pasar keuangan negara berkembang.

Penantian rapat bulanan Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed yang akan berlangsung pada Selasa-Rabu (19-20 Maret 2019) waktu setempat masih memberikan energi positif pada pasar keuangan negara-negara berkembang.

Hasil rapatnya memang sudah dapat diprediksi. Yaitu Jerome Powell bersama koleganya masih akan tetap menahan suku bunga pada level 2,25-2,5% alias tidak ada kenaikan sama sekali.

Namun, pelaku pasar menanti-nanti ucapan-ucapan yang akan dilontarkan Powell pasca rapat tersebut. Mengingat Gubernur The Fed yang akan berbicara, maka kata per kata akan memberikan tafsir mengenai arah kebijakan bank sentral ke depannya. Disamping itu, Powell juga akan mengemukakan hasil proyeksinya terhadap perekonomian AS.

Jikalau Powell kembali menuturkan kata-kata yang bernuansa sabar nan dovish, maka kemungkinan The Fed untuk menaikkan suku bunga tahun ini akan makin menipis. Dengan begitu, dolar akan kehilangan asa untuk menahan gempuran dari mata uang lain.

Belum diumumkan saja, dolar sudah melemah. Tercermin dari nilai Dollar Index (DXY) yang turun sebesar 0,17% hingga pukul 18:00 WIB hari ini. Sebagai informasi nilai DXY menggambarkan posisi greenback relatif terhadap enam mata uang utama dunia.

Kala dolar melemah, maka investor akan cenderung kehilangan minat untuk berinvestasi pada aset-aset yang berbasis dolar. Alhasil aliran dana keluar dari dai AS. Mengalir ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Akibatnya, harga surat obligasi pemerintah RI hari ini banyak diburu investor. Imbal hasilnya (yield) pun terkoreksi. Seperti yang telah diketahui sebelumnya, pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.

Data Refinitiv menunjukkan penguatan harga SUN yang mana tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).

Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

SUN adalah Surat Berharga Negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.

Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.

Penguatan harga terjadi paling besar di seri FR0079 yang bertenor 20 tahun, dengan penurunan yield 0,9 basis poin (bps) menjadi 8,182%. Sedangkan untuk seri FR0078 yang bertenor 10 tahun penurunan yield yang terjadi sebesar 0,6 bps menjadi 7,733%.

Sebagai informasi besaran 100 bps setara dengan 1%.

Yield Obligasi Negara Acuan 19 Mar 2019
Seri Jatuh tempo Yield 18 Mar 2019 (%) Yield 19 Mar 2019 (%) Selisih (basis poin) Yield wajar IBPA 19 Mar 2019
FR0077 5 tahun 7,324 7,312 -1,20 7,2602
FR0078 10 tahun 7,739 7,733 -0,60 7,6979
FR0068 15 tahun 8,094 8,093 -0,10 8,0498
FR0079 20 tahun 8,191 8,182 -0,90 8,1595
Avg movement -0,70
Sumber: Refinitiv

Menguatnya harga di pasar obligasi pemerintah hari ini juga tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih menguat.

Indeks tersebut naik 0,09 poin (0,04%) menjadi 244,93 dari posisi kemarin yang sebesar 244,83 .
Penguatan SBN hari ini membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 512,8 bps, menyempit dari posisi kemarin yang sebesar 513,6 bps.

Yield US Treasury 10 tahun meningkat lagi hingga 2,605% dari posisi kemarin yang sebesar 2,603%.

Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi antara seri 2 tahun dengan 5 tahun dan 3 tahun dengan 5 tahun, yaitu lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding seri lebih panjang.

Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.

Yield US Treasury Acuan 19 Mar 2019
Seri Benchmark Yield 18 Mar 2019 (%) Yield 19 Mar 2019 (%) Selisih (Inversi) Satuan Inversi
UST BILL 2019 3 Bulan 2,445 2,456 3 bulan-5 tahun 4,4
UST 2020 2 Tahun 2,444 2,452 2 tahun-5 tahun 4
UST 2021 3 Tahun 2,400 2,405 3 tahun-5 tahun -0,7
UST 2023 5 Tahun 2,407 2,412 3 bulan-10 tahun -14,9
UST 2028 10 Tahun 2,603 2,605 2 tahun-10 tahun -15,3
Sumber: Refinitiv

Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan terjadi di Brazil, Malaysia, Filipina, Rusia, dan Singapura.
Sedangkan koreksi terjadi di beberapa negara seperti China, India, Thailand, dan Afrika Selatan.

Di negara maju, penguatan terjadi di mayoritas negara kecuali Amerika Serikat.

Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Negara Yield 18 Mar 2019 (%) Yield 19 Mar 2019 (%) Selisih (basis poin)
Brasil 8,800 8,790 -1,00
China 3,153 3,158 0,50
Jerman 0,097 0,096 -0,10
Perancis 0,469 0,463 -0,60
Inggris 1,217 1,198 -1,90
India 7,480 7,537 5,70
Jepang -0,036 -0,046 -1,00
Malaysia 3,853 3,849 -0,40
Filipina 6,199 6,109 -9,00
Rusia 8,320 8,260 -6,00
Singapura 2,165 2,148 -1,70
Thailand 2,550 2,575 2,50
Amerika Serikat 2,603 2,605 0,20
Afrika Selatan 8,685 8,705 2,00
Sumber: Refinitiv

TIM RISET CNBC INDONESIA

(taa/roy)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/2Fo63um

March 20, 2019 at 03:12AM

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "Terkerek Sentimen Global, Obligasi Pemerintah Terus Menguat"

Post a Comment

Powered by Blogger.