Pelaku pasar cemas karena melihat ada pertanda menuju resesi di AS dalam waktu dekat. Sinyal itu datang dari pasar obligasi pemerintah AS.
Per akhir pekan lalu, yield (imbal hasil) obligasi pemerintah AS tenor 3 bulan berada di 2,4527%, lebih tinggi ketimbang tenor 10 tahun yang sebesar 2,4373%. Ini menjadi kejadian pertama sejak Januari 2017.
Inversi (yield tenor pendek lebih tinggi dibandingkan tenor panjang) antara tenor 3 bulan dan 10 tahun seringkali dijadikan indikator terjadinya resesi setidaknya dalam 18 bulan ke depan.
Investor yang meminta 'jaminan' lebih tinggi untuk obligasi tenor jangka pendek menggambarkan persepsi suram (gloomy) terhadap kondisi perekonomian AS dalam waktu dekat.
Resesi atau kemerosotan lazimnya didefinisikan terjadi ketika produk domestik bruto (GDP) suatu negara menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun.
Lebih lanjut, negosiasi dagang AS-China yang akan digelar pada pekan ini membuat investor pasar saham grogi. Pada Kamis dan Jumat pekan ini (28-29 Maret), Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dijadwalkan bertandang ke China untuk bernegosiasi dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He.
Negosiasi kali ini menjadi amat penting mengingat sebelumnya ada pemberitaan yang menyebut bahwa pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping akan diundur hingga Juni, membuat negosiasi dagang kedua negara menjadi berlarut-larut.
Jika kesepakatan tak juga bisa dicapai, perang dagang yang kini terjadi justru akan tereskalasi.
Sejauh ini, perang dagang yang berkecamuk antarkedua negara terlihat jelas sudah menyakiti perekonomian masing-masing. Jika perang dagang tereskalasi, maka perekonomian kedua negara akan semakin tertekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas)
https://ift.tt/2Ts4yPy
March 25, 2019 at 04:25PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "AS Berpotensi Resesi, Bursa Saham Asia Ramai Sell-Off"
Post a Comment