Search

Tak Hanya e-Commerce, Jualan di Medsos Juga Harus Kena Pajak

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (Cita), Yustinus Prastowo menilai, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.10/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik (e-commerce), yang rencananya mulai berlaku pada 1 April mendatang memang perlu ditunda.

Pasalnya, dalam aturan tersebut hanya mengikat platform marketplace seperti Tokopedia, Bukalapak, Blibli.com, dan sebagainya, tapi tidak berlaku bagi media sosial seperti Facebook, Instagram, dan lain-lain. Padahal di media sosial juga terdapat banyak aktivitas perdagangan.

"Jadi ternyata di kepala mereka [petinggi pajak] yang namanya medsos itu; saya jualan barang di status Facebook saya, atau di Instagram saya, itu benar, tetapi tidak hanya itukan. Di Facebook sudah ada menu marketplace, sudah iklan. Saya contohkan itu; ini Pak ada marketplace, [kata petinggi pajak] oh ada ya? Ini yang mau dikejar," ujarnya dalam diskusi pajak, Kamis (28/3/2019).


Lebih dalam lagi Yustinus menjelaskan, aktivitas perdagangan di media sosial pun telah memenuhi standar dalam PMK 210, sehingga sudah seharusnya jika pemerintah mulai mengatur perdagangan via media sosial.


"Sekarang akan diuji apakah itu memenuhi syarat sebagai platform marketplace menurut PMK 210. Menurut saya memenuhi syarat, bisa dibebani [pajak]. Kalau saya baca di PMK soal platform tadi jelas masuk; wadah elektronik, aplikasi, web, dan lain-lain yang memungkinkan terjadinya transaksi. Jelas ya, ada transaksi, dengan cara apapun, menurut saya ini bisa dikejar."

Ia menyarankan, pemerintah bisa segera memanggil pihak pengelola media sosial seperti Facebook, Instagram, dan sebagainya. Dengan demikian, pemerintah bisa bekerja sama dengan media sosial, untuk mendata dan melaporkan perorangan atau badan yang berjualan di sana.

"Yang medsos harus segera, kalau enggak kita tagih. Saya sudah sarankan dipanggil ini, kayak Facebook, Instagram dipanggil. Ini dilihat masuk Indonesia tidak? Kalau masuk, bisa lebih mudah, kalau enggak DJP bisa gunakan tafsir marketplace yang hadir adalah BUT. Jadi paksa dia bikin PT atau BUT. Lalu kenai seperti Tokopedia, Bukalapak, dan lain-lain."

"Yang kita pegang pemilik platform dulu, lalu pemerintah bikin regulasi, policy untuk penjual. Paksa media sosial melaporkan; siapapun yang berjualan di Anda, laporin ke pajak. Dalam hitungan bulan diselesaikan ini harusnya, kalau enggak kita tagih bareng-bareng ini."

Namun, ia menekankan, seperti yang telah disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani, hal ini bukan semata-mata untuk memungut pajak, hanya berfungsi untuk pendataan, sehingga memudahkan pengawasan. Kalau omzetnya sudah memenuhi aturan yang berlaku, barulah dikenai pajak.

"Pastikan dulu registrasi, semua teregister, bisa diawasi, playingfield tercipta. Kedua baru potong - pungut [pajak]," tandasnya.

Simak video keluhan asosiasi e-commerce soal pajak di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]

(roy/roy)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/2CCztTp

March 28, 2019 at 09:42PM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Tak Hanya e-Commerce, Jualan di Medsos Juga Harus Kena Pajak"

Post a Comment

Powered by Blogger.