Search

Punya Lahan 54 Hektar, Petani Sawit Masih Terbelit Utang

Jakarta, CNBC Indonesia- Kalau mendengar petani yang memiliki lahan sawit puluhan hektar, apa yang ada di kepala Anda?

Biasanya orang akan berpikir bahwa petani tersebut pasti kaya raya, karena mengelola komoditas paling wahid di negeri ini di lahan seluas puluhan hektar.


Mohon maaf, tidak begitu nasib Irul, petani yang menanam sawit di Kabupaten Paluta (Padang Luwas Utara), Sumatera Utara.


Irul sebenarnya memiliki 3 lahan dengan luas masing-masing 5 hektar, 22 hektar, 27 hektar. Totalnya 54 hektar. Lahan ini merupakan warisan dari orang tuanya, dan tersebar di desa yang berbeda.

Menanam bibit sawit tidak sembarangan. Membutuhkan waktu satu sampai satu setengah tahun. Apabila dalam umur 3 bulan bibit ditanam di ladang ada potensi dimakan babi. Karena babi gemar memamakan umbi sawit.

Untuk satu hektar sawit terdapat berbagai kuantitas yang bisa ditanam. Tergantung dari tingkat kerapatan penananamnya. Bisa 120 sampai 125 batang pohon sawit untuk satu hektar lahan.

Dalam penjualan buah sawit, Irul menjual sawit dalam hitungan satu kilo sebesar Rp 1.365/kg. Harga itu masih lebih baik ketimbang Desember 2018 yakni 800 rupiah perkilo.

Lahan yang banyak bukan berarti untung bagi petani sawit seperti Irul. Musim sawit juga berpengaruh pada harga jual buah karena ada istilah musim pere dalam perkebunan sawit. Bisanya berada di akhir tahun.

Pabrik membutuhkan buah sawit untuk nantinya dikelola menjadi minyak (CPO). Harga terbaik yang pernah didaptkan Irul pada tahun 2018 adalah 1.700 sampai 1.800 rupiah perkilo. Dia berhasil menjual sampai 15 ton.

Namun ketika harga pabrik turun, dirinya seperti gali lubang tutup lubang. Karena harga per satu kilo yang mencapai 800 rupiah itu tidak bisa menutupi biaya gaji bulanan karyawan sebesar 1,5 juta pebulan, kebutuhan beras, dan tambahan lain untuk karyawan yang berjumlah 4 orang di salah satu lahan seluas 22 hektar.

Perusahaan di Paluta memang menentukan harga beli kepada para petani. Seperti lahannya yang berada di Kecamatan Singamangbat misalnya, ia tetap setia pada satu perusahaan pembeli bernama Pabrik Pembangunan.

Keuntungan menjual di pabrik adalah ada minimal pembelian dalam hitungan ton. Tapi, nasib lebih miris dialami oleh petani dengan lahan kecil, yakni pemilik lahan 1-2 hektar. Mereka terpaksa menjualnya kepada para tengkulak, atau dalam istilah orang Paluta dinamai sebagai tokek kampung. "Petani yang menjual kepada tokek kampung pun hanya mendapat 1.000 rupiah untuk satu kilogram," kata Irul.

Sementara itu, Rino Afrino, Sekjen DPP Apkasindo mengatakan bahwa harga TBS (Tandan Buah Segar) di tiap provinsi berbeda-beda. Bergantung dari faktor pengurangnya.

"Harga TBS tiap provinsi beda2 tergantung faktor2 pengurangnya yang tercantum dalam Permentan nomer 1 tahun 2018. Seperti biaya operasional, biaya penyusutan, biaya yang pabrik hasilkan untuk menghasilkan minyak sawit (CPO)," kata Rino pada CNBC Indonesia (6/3/2019).

Masalah tengkulak, Rino menganggap petani sawit harus membuat kelompok tani atau koperasi. Supaya bisa mendapatkan harga TBS yang bagus karena bisa menjual ke pabrik.

'Kalau yang jualnya lewat tengkulak bisa berkurang. Jadi kalau harga misalnya sekarang 1400 per kilo, berarti petani swadaya yang gamampu jual ke pabrik itu dia jual 1000. Makanya dia harus berlembaga kan, kelompok tani atau koperasi lalu dia buka kontrak ke pabrik. Makanya dia bisa jual ke pabrik. Sehingga harga TBS nya mendapatkan harga yang bagus," ucap Rino.

Di sisi lain, Irul berpendapat bahwa percuma untuk ikut dalam koperasi. Karena masih banyak mafia-mafia yang berada di kelompok seperti itu.

"Daerah sini ada namanya Usaha Dagang Tani, itu koperasi. Padahal kan ada subsidi gratis dari pemerintah seperti pupuk urea. Saya tetep beli juga. Andaikan saya ikut koperasi pun percuma karena tidak kebagian pupuk subsidi. Masuk 5 ribu itu untuk satu karung pupuk buat mereka. Mungkin disitu permainan dari perusahaan-perusahaan besar," kata Irul.

(gus/gus)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/2Czwc7k

March 23, 2019 at 07:58PM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Punya Lahan 54 Hektar, Petani Sawit Masih Terbelit Utang"

Post a Comment

Powered by Blogger.