Search

Perhatian! Belajar dari Sejarah, AS Hampir Pasti Resesi

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham kawasan Asia dilanda sell-off pada perdagangan pertama di pekan ini. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei anjlok 3,22%, indeks Shanghai melemah 1,34%, indeks Hang Seng turun 1,89%, indeks Straits Times terkoreksi 1,37%, dan indeks Kospi terpangkas 1,71%.

Kekhawatiran mengenai datangnya resesi di AS yang merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia memantik aksi jual atas instrumen berisiko seperti saham.

Sebagai informasi, resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, seperti dilansir dari Investopedia. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal atau lebih berturut-turut.

Sinyal datangnya resesi di Negeri Paman datang dari pergerakan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS yang menunjukkan adanya inversi. Inversi merupakan sebuah fenomena di mana yield obligasi tenor pendek lebih tinggi dibandingkan tenor panjang.

Padahal dalam kondisi normal, yield tenor panjang akan lebih tinggi karena memegang obligasi tenor panjang pastilah lebih berisiko ketimbang tenor pendek.

Lantas, terjadinya inversi mencerminkan bahwa pelaku pasar melihat risiko yang tinggi dalam jangka pendek yang membuat mereka meminta yield yang tinggi sebagai kompensasi.

Sebelumya pada tanggal 3 Desember 2018, sinyal awal datangnya resesi muncul yakni inversi pada tenor 3 dan 5 tahun. Melansir data dari Refinitiv, pada penutupan perdagangan tanggal 3 Desember 2018, yield obligasi AS tenor 3 tahun berada di level 2,844%, sementara untuk tenor 5 tahun berada di level 2,839%.

Dalam 3 resesi terakhir yang terjadi di AS (1990, 2001, dan 2007), selalu terjadi inversi pada tenor 3 dan 5 tahun. Melansir CNBC International yang mengutip Bespoke, dalam 3 resesi terakhir, inversi pertama pada tenor 3 dan 5 tahun datang rata-rata 26,3 bulan sebelum resesi terjadi.

Namun, konfirmasi datang atau tidaknya resesi baru akan datang jika terjadi inversi pada tenor 3 bulan dan 10 tahun. Pasalnya, inversi pada tenor 3 dan 5 tahun selalu diikuti oleh inversi pada tenor 3 bulan dan 10 tahun terlebih dahulu sebelum resesi benar-benar terjadi.

Menurut kajian dari Bespoke, secara rata-rata inversi pada tenor 3 bulan dan 10 tahun terjadi 89 hari pasca inversi pada tenor 3 dan 5 tahun. Jika dilihat rentang waktunya, tenor 3 bulan dan 10 tahun mengalami inversi dalam 19-173 hari.

Nah, pada hari Jumat kemarin (22/3/2019), tenor 3 bulan dan 10 tahun pada akhirnya mengalami inversi. Melansir data dari Refinitiv, pada penutupan perdagangan tanggal 22 Maret 2019, yield obligasi AS tenor 3 bulan berada di level 2,462%, sementara untuk tenor 10 tahun berada di level 2,455%.

Jika dihitung, terdapat waktu selama 109 hari dari awal terjadinya inversi pada tenor 3 dan 5 tahun (3/12/2018) hingga inversi tenor 3 bulan dan 10 tahun terjadi (22/3/2019) atau masih sejalan dalam rentang waktu dalam 3 resesi terakhir.

Melansir Bloomberg, jika sudah terdapat inversi tenor 3 bulan dan 10 tahun, resesi bisa datang dalam waktu sekitar 18 bulan.

Jika berkaca pada sejarah, AS hampir pasti mengalami resesi. (ank/hps)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/2YmuFuE

March 25, 2019 at 06:35PM

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "Perhatian! Belajar dari Sejarah, AS Hampir Pasti Resesi"

Post a Comment

Powered by Blogger.