Ini pula yang diakui Bagas Suratman yang merupakan seorang petani hortikultura dari kampung Rawa Lini, Tangerang, Banten. Sebagai petani yang berada di pinggiran ibu kota, Bagas mengaku sering mendapati persoalan dengan cuaca seperti banjir dan kekeringan.
Kendati tak bisa melawan alam, namun Bagas mengaku acap kali rugi puluhan juta bila lahannya tak lagi panen. Sebab, setiap hari dia harus memanen dan mendistribusikan ke berbagai pasar dan perusahaan ritel.
"Hambatannya karena di dekat ibu kota sudah pasti cuaca adalah hambatannya. Apalagi kalau banjir saya tidak bisa panen dan kira-kira bisa rugi puluhan juta per hari karena enggak ada distribusikan ke pasar-pasar," kata Bagas kepada CNBC Indonesia, beberapa waktu lalu.
Dia menuturkan bahwa ada hikmahnya pula di balik cuaca ekstrem. Itu karena dia bisa mematok harga hukum pasar dari komoditas yang ada.
Selain itu, serangan hama dan penyakit merupakan kendala yang sering dialami oleh para petani, termasuk Bagas. Di beberapa tempat serangan seperti hama dan penyakit membuat tanaman padi gagal panen bukan hanya 1-2 hektar, melainkan puluhan bahkan ratusan hektar lahan pertanian rusak. Cara mengatasinya dilakukan pembersihan lahan sebelum digunakan dan pencegahan sejak dini.
Foto: Linda Sari Hasibuan
|
Bagus terus menanam dan tak berhenti berusaha untuk memenuhi permintaan pasar. Berbicara suka duka, dia mengakui lebih banyak suka ketimbang duka.
"Alhamdulillah selalu banyak sukanya. Keuntungan dan pelanggan bertambah. Mungkin dukanya karena tanah masih sewa dan berencana mau punya tanah sendiri di luar Jakarta, karena harga tanah di sini sangat mahal," kata dia.
Dia pun akan berencana mengekspor beberapa hasil taninya ke beberapa negara seperti Korea Selatan dan Belanda. Sementara untuk di Jakarta permintaan tertinggi adalah buah melon.
"Tapi baru wacana saja, semoga terealisasi. Yang sudah bekerja sama Korea Selatan, mereka minta dikirim labu. Dan di Jakarta permintaan tertingginya itu buah Melon, karena kita eksklusif. Bibit dari tanah merah, namanya Melon Stela. Harganya Rp 15.000/kilogram," ujar dia.
Bagas mengaku ada banyak permintaan dari berbagai negara. Namun, karena keterbatasan kuota dan tenaga kerja dia pun tak selalu memenuhi permintaan tersebut.
Sementara untuk melon banyak diekspor ke Timur Tengah dan Eropa. Negara tersebut membutuhkan 30 ton setiap dua minggu, namun Bagas tak bisa menerima permintaan tersebut karena sejumlah keterbatasan, termasuk modal.
Simak video kiprah Bagas Suratman di bawah ini.
(miq/miq)
https://ift.tt/2ud5JYV
March 17, 2019 at 10:38PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Duka Petani di Pinggiran Jakarta, Rugi Besar Saat Gagal Panen"
Post a Comment