Search

Aspek Hukum Layanan Streaming Anime Sub Indo Masih Abu-abu

Jakarta, CNBC Indonesia - Salah satu website streaming anime tidak berbayar (tanpa lisensi) terbesar di Indonesia mengambil sumber konten dari torrent. Sang admin bernama Tahti (bukan nama sebenarnya) mengatakan bahwa itu adalah perbuatan yang didukung oleh Pemerintah Jepang, asal tidak diperjual belikan.

Tahti yakin ada peraturan di Jepang yang memperbolehkan untuk mentranslasi dan menyebar konten anime di Indonesia.

"Kalau dibagikan secara gratis itu justru nggak apa-apa. Makanya sekarang kan pemerintah Jepang nggak ngapa-ngapain. Karena anime jadi terkenal, bikin film laris," kata Tahti kepada CNBC Indonesia, Senin (11/3/2019).

Terkait hak cipta, Tahti menjawab dengan santai bahwa misalnya terdapat stasiun televisi atau bioskop yang sedang menayangkan suatu judul anime. maka dirinya tidak akan mengupload anime tersebut di websitenya.

"Karena udah ada yang megang hak ciptanya kita menayangkan anime setelah mereka selesai. Kalau dulu kan pernah ada kasus film Doraemon di tahun 2014 yang masih tayang di bioskop. Beberapa web streaming ngeyel menampilkan film itu ketika masih diputar di bioskop. Maka saat itu polisi menindak lanjuti," katanya.

Foto: Edward Ricardo

Dalam jurnal ilmiah Rifki Indra Maulana yang berjudul Book Review Anime, Pornography, and Copyright Infringement: Legal Aspects in Cool Japan Policy Implementation dijelaskan bahwa Jepang memanfaatkan pop culture seabagai alat soft-diplomacy yang dikenal sebagai Cool Japan.

Di awal tahun 2000-an, pemerintah Jepang memanfaatkan Cool Japan untuk agenda politiknya. Itu tidak hanya berguna sebagai marketing. Tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan ketertarikan dan penghargaan terhadap budaya Jepang.

Anime salah satunya. Kemudahan internet membuat fans anime seluruh dunia bisa membagikan file dan dapat diunduh. Selain mendistibusikan anime secara ilegal, fans juga mempraktikan pelanggaran hak cipta, yakni membuat subtitle dan dubbing anime.

Mark McLelland dalam bukunya yang berjudul The End of Cool Japan menyebutkan bahwa bahwa tindakan fans yang membagikan anime (termasuk versi terjemahannya) di situs fandom (fans kingdom) sebagai pelanggaran hak cipta. Tiap negara merumuskan aturan nasional mereka terkait perlindungan hak cipta meliputi penyebaran anime illegal.

Semuel Abrijani Pangerapan, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo membahas bahwa terkait pelanggaran IP (Intelectual Poperty) diatur dalam UU Perlingungan HKI (Hak Kekayaan Intelektual).

Kominfo sangat serius mengangani hak cipta. Seperti yang sudah dilakukan ialah penanganan pelanggaran terkait lagu dan film, bekerja sama dengan asosiasi terkait.

"Kami di pemerintahan punya satgas penanganan perlindungan HKI. Anggotanya, kominfo, Bekraf, Polri, kejaksaan dan Dirjen HKI. Penanganan pelangggaran HKI harus kerja sama dengan pemilik HKI. Kalau sudah menjadi industri, sebaiknya membentuk asosiasi. Jadi penanganannya tidak satu-satu," kata Semuel kepada CNBC Indonesia, JUmat (15/3/2019).

Kalau pun ada ada keberatan dari pemilik HKI tentang anime bisa mengajukan ke Dirjen HKI atau Bekraf untuk minta diblokir. Untuk pemblokiran maka Kominfo yang melaksanakan.

UU ITE mengatur Penyelenggara Sistem Elektronik, PSE. Ketentuan teknisnya di atur dalam Permenkominfo Nomor 36 Tahun 2014. Untuk layanan seperti streaming anime legal tidak diwajibkan mendaftar. Tetapi Semuel menambahkan kalau mau mendaftar pun diperbolehkan.

Di sisi lain, pemilik streaming anime berbayar bernama Ponimu mengemukakan bahwa Indonesia masih belum spesifik soal regulasi streaming anime. Marco (30), founder Ponimu, mengemukakan bahwa perusahaan streaming legalnya itu masih rancu untuk dimasukan ke bidang usaha.

"Kebijakan tentang streaming terkadang ada yang kurang universal. Misalnya kaya OTT (over the top) itu sebagai penumpang jejaringan jadi kita harus melalui operator. Itu suatu hal yang menurut saya konyol. Karena kami memang tidak menumpang. Kami menyediakan jasa streaming, kuota tanggungan penonton," kata Marco kepada CNBC Indonesia di kantor Ponimu di Jakarta Barat, Rabu (13/3/2019).

Foto: kiri ke kanan: Marco (founder), Lazu (Translator), Rizki (media sosial dan ilustrator) Streaming anime berbayar bernama Ponimu (CNBC Indonesia/Fikri Muhammad)

Sebagai perusahaan streaming dan lisensi anime, Ponimu menganggap masalah regulasi masih belum menjadi masalah. Namun, tidak tahu pasti ke depanya karena pemerintah acap kali telat dalam menerapkan regulasi dengan model bisnis yang baru.

"Masalah regulasi dan streaming anime memang masih rancu karena grey zone. Asalkan jika ada model bisnis dari luar negeri jangan asal dimasukan dengan hukum di Indonesia," ucap Marco.

Mengenai admin streaming anime illegal yang yakin dengan penyebaran konten animenya, Marco, berpendapat bahwa pemerintah Jepang yang tidak melarang penyebaran anime illegal bukan berarti itu mendukung.

Lazu, translator dari Ponimu juga berkata bahwa website bajakan asal Jepang bernama Mega-Mura baru saja ditutup pemerintah Jepang karena menghadirkan konten illegal. Marco menambahkan bahwa Ponimu sudah mendapatkan kontrak lisensi dan berkomentar soal streaming anime illegal.

"Kalau kami sudah kontrak. Otomatis kita udah dapet file sama skrip jauh-jauh hari sebelumnya. Sementara untuk konten bajakan juga bingung action-nya mau diapain. Susah juga kalau tidak terjangkau. Kalau di Jepang gak apa-apa ada web yang ditutup karena dia sudah mature marketnya. Tapi kalau di Indonesia web ilegalnya di tutup, maka Jepang akan kehilangan pasarnya," kata Marco.

Simak video terkait streaming music di bawah ini.

[Gambas:Video CNBC] (miq/miq)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/2HCwyxE

March 17, 2019 at 07:22PM

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "Aspek Hukum Layanan Streaming Anime Sub Indo Masih Abu-abu"

Post a Comment

Powered by Blogger.