
Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Februari 2019, rasio kredit macet sudah tembus 3,18%. Kredit macet fintech naik signifikan hanya dalam hitungan bulan.
Pada akhir 2018, kredit macet fintech berada di kisaran 1,5%. Pada Januari 2019 naik mendekati 2% dan Februari sudah 3,18%. Adapun rasio pinjaman tidak lancar cenderung menurun. Bila pada November 2018 sempat menyentuh 4,5%, pada Februari 2019 turun menjadi 3,17%. Tetapi tetap saja ini mengkhawatirkan.
"Harus diwaspadai karena NPL-nya juga sudah pada angka 3,18%. Sementara, kredit kurang lancar 3,17%. Kalau diparalelkan dengan bank jumlah keduanya 6,35%. Cukup tinggi di banding bank," jelas Deputi Komisioner Stabilitas Sistem Keuangan OJK Yohannes Santoso Wibowo, Kamis (28/3/2019).
Ketua Harian Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah menjelaskan kenaikan pinjaman macet disebabkan terbatasnya variabel analisa credit scoring yang bisa diakses perusahaan fintech. Akibatnya, fintech kerap keliru memahami perilaku peminjam yang diloloskan.
"Dengan pembatasan hanya boleh mengakses tiga variabel itu membuat kecerdasan credit scoring Artificial Intelligence (AI) untuk mendeteksi konsumen yang baik menjadi berkurang," jelas Kus, sapaan Kuseryansyah, kepada CNBC Indonesia, Kamis (28/3/2019).
Kuseryansyah menjelaskan, proses credit scoring merupakan proses yang harus dilalui penyelenggara untuk menentukan layak atau tidaknya konsumen untuk dipinjami uang. Setidaknya di awal kemunculannya, penyelenggara memiliki 15 variabel untuk menganalisa konsumen.
Kemudian, OJK membatasi menjadi 3 variabel analisa saja yang boleh dipakai penyelenggara, yakni kamera, microphone dan lokasi. Pembatasan ini dilakukan OJK sejak Oktober 2018 menyusul maraknya praktek penagihan yang mengarah pada kekerasan.
"Kalau dulu lebih terbuka untuk dianalisa. Tapi OJK melihat karena banyak penagihan melalui akses phone book dan menggunakan kontak dari borrower maka dibatasi," tambah Kuseryansyah.
Kuseryansyah menyadari pembatasan yang dilakukan OJK tersebut betujuan melindungi data pribadi konsumen. Namun, lanjut Kus, di Indonesia saat ini pun belum ada Undang-Undang tentang perlindungan data pribadi. Di sisi lain, fintech ilegal yang di luar pemantauan OJK dengan bebas mengakses data pribadi konsumen di luar tiga variabel tersebut.
"Terkait data pribadi, tidak ada kriteria yang valid. Fintech legal dibatas 3 [variabel], fintech ilegal bisa akses semua. Dengan UU, polisi bisa langsung menindak tanpa harus ada aduan." tandasnya.
Simak video tentang tingginya keluhan fintech lending di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]
(roy/dru)
https://ift.tt/2U9OgjC
March 29, 2019 at 10:06PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Akses Data Nasabah Dibatasi, Kredit Macet Fintech Tembus 3,2%"
Post a Comment