Data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, nilai transaksi harian masih berada di level rendah yakni Rp 6,32 triliun, kendati tidak lebih rendah dari Senin pekan lalu (18/11) yang hanya Rp 5,48 triliun sehari.
Tim Riset CNBC Indonesia mencatat, sudah 11 hari perdagangan saham yang difasilitasi sistem perdagangan BEI berada di bawah Rp 8 triliun per hari dan membuat rerata transaksi harian bulan ini hanya Rp 7,15 triliun/hari.
Rekapitulasi data transaksi saham di bursa menunjukkan angka transaksi itu didapatkan dari total transaksi Rp 121,7 triliun dalam total 17 hari perdagangan.
Nilai rerata transaksi harian saham November tersebut turun 24,34% dari rerata transaksi 10 bulan pertama 2019 yang tercatat Rp 9,46 triliun/hari. Angka itu masih lebih rendah dari rerata transaksi tahun lalu Rp 8,5 triliun/hari dan tahun sebelumnya Rp 7,6 triliun/hari.
Menjelang akhir bulan, nilai transaksi juga masih belum beranjak hingga ke level normal tahun ini Rp 9,46 triliun/hari.
Rendahnya nilai transaksi turut diperparah oleh koreksi IIHSG sepanjang November 2,54%, yang masih menyisakan 4 hari transaksi lagi. Indeks utama domestik tersebut turun menjadi 6.070 dari posisi 6.228 pada akhir Oktober.
Salah satu penyebab koreksi yang terjadi di pasar saham adalah aksi lepas saham oleh investor asing yang menunjukkan ketidaktertarikan investor global untuk memegang portofolio saham domestik bulan ini.
Net sell asing
Investor asing diketahui masih membukukan transaksi jual bersih (net sell) di pasar reguler Rp 4,81 triliun, ketiga tertinggi dari sisi penjualan setelah Mei dan Agustus yang masing-masing membukukan transaksi jual bersih reguler Rp 8,98 triliun dan Rp 8,62 triliun.
Pada Mei, investor asing bahkan pernah melego saham domestik senilai Rp 1,6 triliun ketika IHSG anjlok 1,14% pada 9 Mei dan Rp 1,2 triliun ketika indeks turun 1,05% pada 14 Mei.
Penjualan saham bersih oleh investor asing di pasar reguler pada Agustus bahkan pernah mencapai Rp 2 triliun dan Rp 1,1 triliun yaitu pada 6 Agustus dan 5 Agustus. Saat itu, IHSG turun 0,91% dan tenggelam 2,59%.
Penyebab lain yang bisa diduga menjadi penyebabnya adalah transaksi saham lapis tiga, atau biasa disebut saham gorengan, yang terkendala beberapa kebijakan penertiban pasar oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Awalnya diprediksi hanya berdampak kecil di pasar, ternyata setelah adanya pengetatan batasan pinjaman transaksi saham-saham tersebut di perusahaan broker serta adanya wajib lapor bagi asuransi dan dana pensiun yang sempat menitipkan sahamnya di portofolio reksa dana, turut berdampak signifikan yaitu 24,34% tadi pada ciutnya transaksi pasar saham.
Satu hal yang pasti, November memang tidak memiliki tren sebagai bulan yang positif dalam 10 tahun terakhir. Pada periode 1 dasawarsa tersebut, terlihat bahwa IHSG hanya mampu positif pada 3 tahun, yaitu pada 2009, 2014, dan 2018. Sisanya, dapat ditebak, yaitu melemah.
Namun, tidak sedikit yang siap mengambil kesempatan dan memanfaatkan tren November yang terkoreksi. Zulfa Hendri, Direktur Utama PT Majoris Asset Management, menilai tren koreksi pada November justru membukakan pintu kesempatan bagi investor dan trader untuk masuk ke pasar saham, dan dapat merealisasikan keuntungan pada awal tahun depan.
Dengan dasar tren tersebut, tuturnya, perusahaan manajer investasi yang dia pimpin juga memanfaatkan momentum dengan agresivitas yang sama di pasar saham dan pasar obligasi.
"Nanti baru dievaluasi di kuartal I-2020, apakah akan terus agresif atau ada perkembangan lain," ujarnya pada pekan lalu (18/11/19).
Dia juga mengatakan di awal 2020, pelepasan portofolio di pasar saham dapat disamakan momentumnya dengan tren penguatan awal tahun yang biasa disebut January Effect dan musim rilis kinerja keuangan periode akhir 2019 serta musim 'hujan dividen' yang akan diumumkan di akhir kuartal I-2020.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(tas/tas)
https://ift.tt/35ymEFR
November 26, 2019 at 02:30PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Transaksi Saham Tak Sampai Rp 8 T/Hari, Kenapa Pasar Sepi?"
Post a Comment